28 Mei 2013

aspek hukum pegadaian syariah



BAB I

PENDAHULUAN


Ratusan tahun sudah ekonomi dunia di dominasi oleh sistem bunga. Hampir semua perjanjian dibidang ekonomi dikaitkan dengan bunga. Banyak negara yang telah dapat mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini di atas kemiskinan negara lain sehingga terus – menerus terjadi kesenjangan. Pengalaman di bawah dominasi perekonomian dengan sistem bunga selama ratusan tahun membuktikan ketidakmampuannya untuk menjembatani kesenjangan ini. Di dunia, diantara negara maju dan negara berkembang kesenjangan itu semakin lebar dan di dalam negara berkembang kesenjangan itupun semakin dalam.

Dalam kaitan dengan kesenjangan ekonomi yang terjadi, para ahli ekonomi tidak melihat system bunga sebagai sebuah permasalahan. Karena luput dari  pengamatan, pemerintah di negara manapun dibikin repot dengan ulah sistem bunga yang build – in concept – nya memang bersifat kapitalistik dan diskriminalistik. Karena ketidaksadaran akan besarnya kelemahan sistem bunga, pemerintah di negara – negara itu menjadi sibuk menambalnya dengan berbagai kebijaksanaan dan peraturan yang memaksa para pelaku ekonomi yang di untungkan sistem bunga agar menaruh peduli kepada pelaku ekonomi yang dirugikan sistem bunga itu. Tetapi para pelaku ekonomi yang diuntungkan sistem bunga dan telah menjadi konglomerat itu kebanyakan lebih merasakannya sebagai paksaan daripada kewajiban, sebaliknya para penyandang gelar ekonomi lemah korban sistem bunga lebih merasakannya sebagai belas kasihan dari pada hak.

Namun di Indonesia, kita patut bersyukur bahwa sejak diundangkannya Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 dengan semua ketentuan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, dan Edaran Bank Indonesia, pemerintah telah memberi peluang berdirinya lembaga – lembaga keuangan syariah berdasarkan sistem bagi hasil.

Sebagian umat islam di Indonesia yang mampu mensyukuri nikmat Allah itu mulai memanfaatkan peluang tersebut dengan mendukung berdirinya bank syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah dalam bentuk menjadi pemegang saham, menjadi penabung dan nasabah, menjadi pemegang polis, menjadi investor, dan sebagainya.
  
Dari pengalaman mendirikan bank syariah dan asuransi syariah, serta reksadana syariah, diperlukan pengkajian yang mendalam terlebih dahulu, sehingga dengan demikian untuk berdirinya pegadaian syariahpun diperlukan pengkajian terhadap berbagai aspeknya secara luas dan mendalam.

Salah satu prinsip dan tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan dan untuk mewujudkan kemaslahatan itu dengan adanya perintah saling membantu (ta'awun) antara sesama manusia. Saling membantu dapat diaplikasikan berupa pemberian tanpa ada pengembalian, seperti zakat, infak dan shadaqah dan dapat berupa pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemberi pinjaman.

Dalam hukum Islam pinjam meminjam dibolehkan baik melalui individu maupun lembaga keuangan seperti bank dengan syarat tidak boleh meminta kelebihan dari pokok pinjaman karena termasuk riba. Salah satu bentuk muamalah yang disyariatkan dalam Islam adalah gadai (rahn).

Dalam aplikasinya gadai (rahn) telah terlembaga sebagai suatu lembaga keuangan yang dinamakan pegadaian. Pegadaian ini dalam perspektif ekonomi merupakan salah satu alternatif pendanaan yang sangat efektif  karena tidak memerlukan proses dan persyaratan yang rumit. Tugas pokok dari pegadaian ini untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan.
Untuk mengakomodir kepentingan umat Islam di Indonesia yang ingin terbebas dari belenggu riba dalam bermuamalah, sekarang ini telah tumbuh dan berkembang lembaga keuangan yang dalam transaksinya dengan metode gadai (rahn) berdasarkan hukum Islam yang dikenal dengan Pegadaian Syari'ah baik yang dikelola oleh lembaga swasta maupun lembaga pemerintah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.        PENGERTIAN RAHN  

Perusahaan umum penggadaian adalah satu – satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada msyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat. [1]

Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berpiutang tersebut memberikan kekuasaan yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berpiutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.

Arti harfiah gadai adalah tetap, kekal, dan jaminan. Gadai dalam istilah hukum positif Indonesia adalah apa yang disebut dengan barang jaminan, agunan, dan tanggungan[2]. Gadai dalam fiqh disebut rahn, yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. [3]

Jadi rahn adalah menjamin utang dengan barang, di mana utang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya. Rahn juga dapat diartikan menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.

Pegadaian syariah sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarkat guna menetapkan pilihan dalam pembiayaan. Biasanya masyarakat yang berhubungan dengan pegadaian adalah masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Oleh karena itu, barang jaminan pegadaian dari masyarakat ini memiliki karakteristik barang sehari – hari yang mempunyai nilai.
















B.         LANDASAN HUKUM RAHN

Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah : 

Ø  QS. Al – Baqarah : 282 - 283
 “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. “ (282)

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebgaian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu ( para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahiu apa yang kamu kerjakan.”(283)

Ø  Hadist Rasul
                        Dasar hukum lainnya adalah Sunnah Rasul, khususnya  yang meriwayatkan Nabi Muhammad s.a.w. Pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan harga yang diutang dengan jaminan berupa baju besinya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah r. a., berkata :
“ Rasullulah SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau meggadaikan kepadanya baju besi beliau “.

Ø  Ijtihad ulama
Perjanjian gadai yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits itu dalam pengembangan selanjutnya dilakukan oleh para fuqaha dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya. Demikian juga dengan landasan hukumnya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian ulang yang lebih mendalam bagaimana seharusnya pegadaian menurut landasan hukumnya.[4]


Ø  Fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002

Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181) Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
§  Ketentuan Umum :
1.      Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2.      Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun   tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak  mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3.      Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4.      Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5.       Penjualan marhun
·         Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya
·         Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
·         Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
·         Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

§  Ketentuan Penutup
1.      Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya


v  Hukum Gadai
Gadai secara hukumnya dibolehkan asalkan tidak terkandung unsur-unsur ribawi. Bahkan beberapa kali tercatat Rasulullah SAW mengadaikan harta bendanya.
Rasulullah pernah ditanya tentang seseorang menggadaikan kambingnya, bolehkah kambingnya diperah. Nabi mengizinkan, sekadar untuk menutup biaya pemeliharaan. Artinya, Rasullullah mengizinkan kita mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan untuk menutup biaya pemeliharaan. Biaya pemeliharaan itulah yang kemudian dijadikan dasar ijtihad para pakar keuangan syariah, sehingga gadai atau rahn ini menjadi produk keuangan syariah yang cukup menjanjikan.
Namun pegadaian yang sering kita saksikan di negeri kita ini banyak yang melanggar aturan syariah. Sehingga hukumnya haram. Sebab prakteknya justru sekedar pembungaan uang atau hutang yang nyata-nyata diharamkan di dalam semua agama samawi.
Misalnya seseorang menggadaikan mobilnya dan mendapatkan uang pinjaman sebesar 50 juta. Uang pinjaman ini adalah hutang yang harus dibayarkan pokok dan bunganya. Dan selama pokok pinjaman itu belum dikembalikan, bunganya tetap terus berkembang. Boleh jadi ke depannya jumlah hutangnya sudah membengkak menjadi 100 juta. Beda gadai ini dengan pinjaman uang biasa adalah pada masalah jaminan, di mana dengan digadaikannya mobil itu, pihak yang memberi pinjaman akan lebih mudah mengeluarkan uang pinjaman. Sebab harga mobil itu sudah pasti lebih mahal dari jumlah pinjaman yang diberikan.
Dalam gadai secara syariah, tidak ada pembungaan uang pinjaman, melainkan biaya penitipan barang. Ketika seseorang menggadaikan mobilnya, maka dia berkewajiban untuk membayar biaya penitipan mobil itu. Dan biaya seperti itu wajar terjadi. Bukankah ketika kita memarkir mobil di sebuah mal, kita diwajibkan untuk membayar ongkos parkir untuk tiap jamnya? Maka ketika seseorang menggadaikan mobil, dia pun pada hakikatnya harus membayar biaya penitipan mobil itu. Biaya penitipan itulah yang jadi keuntungan bagi pihak yang memberi pinjaman hutang.

3.      RUKUN GADAI SYARIAH

Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut adalah :[5]
1.      Ar – Rahin ( yang menggadaikan )
Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.

2.       Al – Murtahin  ( yang menerima gadai )
Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang ( gadai ).  

3.      Al – Marhun / barang
Barang yang digunakan rahin  untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.

4.      Al – Marhun bih
Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin  atas dasar besarnya tafsiran marhun.

5.      Sighat, Ijab dan Qabul
Kesepakatan antara rahin  dan murtahin  dalam melakukan transaksi gadai.  







4.      SYARAT  GADAI SYARIAH
a.Shighat
Syarat shighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang. Seperti orang yang menggadaikan barangnya mempersyaratkan tenggang waktu hutang habis dan utang belum terbayar, sehingga pihak penggadai dapat diperpanjang satu bulan tenggang waktunya.
b.Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum               
Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum mempunyai pengertian bahwa pihak rahin dan marhum cakap melakukan perbuatan hukum, yang ditandai dengan aqil baligh, berakal sehat, dan mampu melakukan akad.
c.Utang (marhun bih)Utang (marhum bih) mempunyai pengertian bahwa :
·         utang adalah kewajiban bagi pihak yang berutang untuk membayar kepada pihak yang  memberi piutang.
·         merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak bermanfaat maka tidak sah.
·         barang tersebut dapat dihitung jumlahnya.
d.Marhun
Marhun  adalah harta yang dipegang oleh murtahin (penerima gadai) atau wakilnya, sebagai jaminan utang.
  1. Status dan Jenis Barang Gadai
·         Status barang gadai
Ulama fikih menyatakan bahwa rahn baru dianggap sempurna apabila barang yang digadaikan itu secara hukum sudah berada di tangan penerima gadai (murtahin/kreditor), dan uang yang dibutuhkan telah diterima oleh pembeli gadai (rahin/debitur). Kesempurnaan rahn oleh ulama disebut sebagai al-qabdh al-marhum barang jaminan dikuasai secara hukum, apabila angunan itu telah diakui oleh kreditor maka akad rahn itu mengikat keduabelah pihak. Karena itu, status hukum barang gadai terbentuk pada saat terjadinya akad atau kontrak utang piutang yang dibarengi dengan penyerahan jaminan.
·         Jenis barang gadai
Jenis barang gadai (marhum) adalah barang yang dijadikan angunan oleh rahin sebagai pengikat utang, dan dipegang oleh murtahin sebagai jaminan hutang.
Menurut ulama Hanafi, barang-barang yang dapat digadaikan adalah barang-barang yang memenuhi kategori:
Ø  Barang-barang yang dapat dijual
Ø  Barang gadai harus berupa harta menurut pandangan syara’, tidak sah menggadaikan sesuatu  yang gukan harta , seperti bangkai, hasil tangkapan di tanah haram, arak, anjing serta babi.
Ø   Barang gadai tersebut harus diketahui, tidak boleh menggadaikan sesuatu yang majhul (tidak dapat dipastikan ada atau tidaknya)
Ø  Barang tersebut merupakan milik si rahin      


5.      BARANG JAMINAN

Barang nasabah yang ingin memperoleh fasilitas pinjaman dari penggadaiaan syariah, maka hal yang paling penting diketahui adalah masalah barang yang dapat dijadikan jaminan di penggadaiaan syariah.
Adapun jenis-jenis barang berharga yang dapat diterima dan dijadikan jaminan penggadaian syariah adalah sebagai berikut:
v  Barang-barang atau benda perhiasaan, antara lain: emas, perak, intan, berlian, mutiara, platina dan jam.
v  Barang-barang berupa kendaraan seperti mobil ( termasuk bajaj dan bemo ), sepeda motor dan sepeda biasa ( termasuk becak ).
v   Barang-barang elektronik, antara lain: televisi, radio, radio tape, vidio, komputer, kulkas, tustel, dan mesin tik.
v   Mesin-mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.
v   Barang-barang keperluan rumah tangga seperti:
1.      Barang tekstil, berupa pakaian, permadani atau kain batik.
2.Barang pecah belah dengan catatan bahwa semua barang yang dijaminkan harus   

dalam kondisi baik dalam arti masih dapat digunakan dan bernilai.[6]

                 Keberadaan barang gadai selain karena alasan syariah, juga dikarenakan alasan keterbatasan tempat penyimpanan barang jaminan, kesulitan dalam menaksirkan barang jaminan, jenis barang jaminan mudah rusak dan jenis barang jaminan berbahaya. Barang-barang jaminan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
v  Barang-barang yang berukuran besar, seperti pesawat terbang, kereta api,  satelit, tank dan sebagainya.
v  Barang-barang yang berbahaya, seperti bahan peledak ( bom atau granat ), senjata api, dan sebagainya.
v  Barang-barang yang sulit dalam penyimpanannya dan pemeliharaannya, seperti tanaman, hewan, dan sebagainya.



6.      KETENTUAN gadai barang   

Dalam menggadaikan barang di pegadaian syariah harus memenuhi ketentuan – ketentuan sebagai berikut : [7]
  1. Barang yang tidak boleh dijual tidak boleh digadaikan. Artinya barang yang digadaikan diakui oleh asyarakat memiliki nilai yang bisa dijadikan jaminan.
  2. Tidak sah menggadaikan barang rampasan atau barang yang pinjam dan semua barang yang diserahkan kepada orang lain sebagai jaminan.
  3. gadai itu tidak sah apabila utangnya belum pasti.
  4. Disyaratkan pula agar utang piutang dalam gadai itu diketahui oleh kedua belah pihak.
  5. Menerima barang gadai oleh pegadaian adalah salah satu rukun akad gadai atas tetapnya gadaian. Karena itu, gadai belum ditetapkan selama barang yang digadaikan itu belum diterima oleh pegadaian.
  6. Seandainya ada orang menggadaikan barang namun barang tersebut belum diterima oleh pegadaian, maka orang tersebut boleh membatalkannya.
  7. Jika barang gadaian tersebut sudah diterima oleh pegadaian, maka gadai tersebut telah resmi dan tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali.
  8. Penarikan kembali atau pembatalan akad gadai itu biasanya dilakukan dengan ucapan dan tindakan. Jika pegadaian menggunakan barang gadaian itu dalam bentuk perbuatan yang dapat menghilangkan status kepemilikan, maka batallah akad gadai itu.
  9. Jika akhir masa sewanya belum tiba maka waktu membayar utangnya tidak termasuk pembatalan.
  10. Jika masa membayar utang pada gadai lebih awal dari pada masa sewa ( masa sewanya lebih lama dari pada masa gadai ) , maka tidaklah termasuk pembatalan gadai dan memperbolehkan penjualan barang yang digadaikan.
  11. Barang gadaian adalah amanat di tangan penerima gadai, karena ia telah menerima barang itu dengan ijin nasabah. Maka status amanat barang gadai, seperti amanat berupa barang yang disewakan. Jadi, pegadaian tidak wajib menanggung kerusakan barang gadai, kecuali jika disengaja atau lengah.
  12. Jika barang gadaian tersebut musnah tanpa ada kesengajaan dari pihak pegadaian, pegadaian tidak wajib menanggung barang tersebut dan jumlah ppinjaman yang telah diterima oleh pegadai tidak boleh dipotong atau dibebaskan. Sebab, barang tersebut adalah amanat dari nasabah untuk mendapatkan pinjaman, maka pinjaman itu tidak boleh dibebasakan akibat musnahnya barang gadaian itu.
  13. Seandainya pegadaian mengaku bahwa barang gadai terssebut musnah, maka pengakuan tersebut dapat dibenarkan dengan disertai sumpah, sebab pegadaian tidak menjelaskan sebab – sebab musnahnya barang tersebut, atau ia menyebutnya tetapi tidak jelas.   
  14. Seandainya pegadaian mengaku telah mengembalikan barang gadaian, pengakuan tidak dapat diterima kecuali disertai dengan bukti ( kesaksian ) sebab bukti bagi pegadaian itu tidak sulit, dan lagi barang yang di tangan pegadain itu untuk piutangnya sendiri, maka pengakuannya tidak dapat diterima kecuali disertai dengan bukti sama halnya dengan pengakuan peminjam.
  15. Jika pegadaian itu lengah atau merusak barang gadaian karena sengaja memanfaatkan barang yang dilarang untuk dipergunakan, maka pegadaian harus menggantinya.

7.      AKAD PERJANJIAN GADAI

Sesuai dengan landasan tersebut, pada dasarnya pegadaian syariah berjalan dengan melalui akad – akad. Adapun akad – akad dalam pegadaian syariah adalah :

1.            Akad al – Qardul Hasan

Akad  ini dilakukan pada kasus nasabah yang menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian, nasabah ( rahin )  akan memberikan biaya upah atau  fee kepada pegadaian ( murtahin ) yang telah menjaga atau merawat barang gadaian ( marhun ).

Apabila pilihan seorang peminjam adalah pinjaman gadai dalam bentuk qardhul hassan, maka biasanya peminjam adalah pengusaha pemula yang baru mencoba membuka usaha. Pengusaha lamapun bisa memilih pinjaman gadai dalam bentuk qardhul hassan apabila usahanya sedang lesu dan ingin dibangkitkan lagi.

Perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardhul hassan adalah perjanjian yang terhormat, oleh karena itu para pihak yang terlibat harus memperlakukan satu sama lain secara terhormat pula. Pada saat jatuh tempo semua hak dan kewajiban diselesaikan dan apabila terjadi peminjam tidak mampu melunasi hutangnya perjanjian yang lama dapat diperbaharui tanpa harus mengembalikan seluruh barang gadaiannya. Apabila terjadi perbedan pendapat, maka perbedaan pendapat itu dapat diselesaikan melalui arbitrasi atau pengadilan.

Biaya yang harus ditanggung peminjam meliputi biaya – biaya yang nyata–nyata diperlukan untuk sahnya perjanjian hutang piutang, seperti : bea materai, dan biaya akte notaris. Selain itu untuk keutuhan dan pengamanan barang gadai mungkin ada biaya pemeliharaan dan sewa tempat penyimpanan harta (save deposit box) di bank atau ditempat lainnya. Biaya bunga uang apapun namanya dilarang dikenakan. [8]


Ketentuan umum biaya administrasi pada pinjaman adalah dengan cara :
·         Harus dinyatakan dalam nominal, bukan prosentase
·         Sifatnya harus jelas

Mekanisme pelaksanaan Akad al – Qardul Hasan,  yaitu :
·         Barang gadai ( marhun ) berupa barang yang tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan menjualnya dan berupa bergerak saja, seperti : barang elektronik, mobil, dll.
·         Tidak ada pembagian bagi hasil, karena akadnya bersifat sosial.


2.            Akad al – Mudharabah

Akad  dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannnya untuk menambah modal usaha ( pembiayaan investasi dan modal kerja ). Dengan demikian, rahin  akan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan kepada murtahin  sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam terlunasi.

Biaya yang harus ditanggung peminjam selain meliputi biaya – biaya yang nyata – nyata diperlukan untuk sahnya perjanjian hutang piutang, seperti : bea materai, dan biaya akte notaris, juga biaya – biaya usaha yang layak selain itu untuk keutuhan dan pengamanan barang gadai mungkin ada biaya pemeliharaan dan sewa tempat penyimpanan harta (save deposit box) dibank atau ditempat lainnya. Biaya bunga uang apapun namanya juga dilarang dikenakan.

Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi dengan perusahaan (bank syariah) khususnya gadai fidusia sebenarnya juga sudah operasional. Contoh yang dapat dikemukakan disini ialah bank syariah yang memberikan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah, sertifikat saham, sertifikat deposito, atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dll.



Ketentuan akad mudharabah yaitu :
ü  Jenis barang dapat dimanfaatkan, baik barang bergerak maupun tidak.
ü   Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik barang gadai adalah keuntungan setelah dikurangi biaya pengelolaan.

3.      Akad Ijarah
Akad Ijarah. Yaitu  akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.[9]
rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
ü  Orang yang berakad yaitu yang berhutang (rahin) dan yang berpiutang (murtahin).
ü  Sighat ( ijab qabul)
ü  Harta yang dirahnkan (marhun)
ü  Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional pegadaian syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi:
1.      Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2.      Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3.      Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
4.      Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5.      Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa : biaya asuransi, biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.



J.    ASPEK PENDIRIAN PEGADAIAN SYARIAH

Dalam mewujudkan sebuah pegadaian yang ideal dibutuhkan beberapa aspek pendirian. Adapun aspek – aspek pendirian pegadaian syariah adalah : [10]

1.        Aspek legalitas
Mendirikan lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan memerlukan izin
pemerintah. Aspek ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tentang berdirinya lembaga gadai yang berubah dari bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian. 

2.        Aspek permodalan
Apabila umat Islam memilih mendirikan suatu lembaga gadai dalam bentuk perusahaan yang dioperasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, aspek penting lainnya yang perlu dipikirkan adalah permodalan. Modal untuk menjalankan perusahaan gadai cukup besar karena selain diperlukan dana untuk dipinjamkan kepada nasabah juga diperlukan investasi untuk tempat penyimpanan barang gadaian.  Permodalan gadai syariah bias diperoleh dengan system bagi hasil, seperti mengumpulkan dana dari bebrapa orang ( musyarakah ), atau dengan mencari sumber dana ( shahibul mal ), seperti bank atau perorangan untuk mengelola perusahaan gadai syariah ( mudharabah ).

3.        Aspek sumber daya manusia
Keberlangsungan pegadaian syariah sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia ( SDM ) nya. SDM pegadaian syariah harus memahami filosofis gadai dan system operasionalisasi gadai syariah. SDM selain mampu menangani masalah taksiran barang gadai, penentuan instrument pembagian rugi laba atau jual beli, menangani masalah – masalah yang dihadapi nasabah yang berhubungan penggunaan uang gadai, juga berperan aktif dalam syiar islam di mana pegadaian itu berada.

4.        Aspek kelembagaan
Sifat kelembagaan mempengaruhi keefektifan ssebuah perusahaan gadai dapat bertahan. Sebagai lembaga yang relative belum banyak dikenal masyarakat, pegadaian syariah perlu mensosialisasikan posisinya sebagai lembaga yang berbeda dengan gadai konvensional. Hal ini guna memperteguh keberadaannya sebagai lembaga yang berdiri untuk memberikan ke maslahatan bagi masyarakat.


5.        Aspek sistem dan prosedur
System dan prosedur gadai syariah harus sesuai dengan prinsip – prinsip syariah yang keberadaannya menekankan akan pentingnya gadai syariah. Oleh karena itu gadai syariah merupakan representasi dari suatu masyarakat di mana gadai itu berada, maka system dan prosedural gadai syariah berlaku fleksibel dan sesuai dengan prinsip gadai syariah.

6.        Aspek pengawasan  
Untuk menjaga jangan sampai gadai syariah menyalahi prinsip syariah maka gadai syariah harus diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah bertugas mengawasi operasional gadai syariah supaya sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.  









BAB III
KESIMPULAN

 Dari pembahasan di atas, penulis dapat membuat suatu kesimpulan, yaitu :
Ø  gadai (rahn) adalah salah satu bentuk muamalah sebagai realisasi saling membantu (taawun) agar tercipta kemaslahatan umat yang merupakan salah satu prinsip dari hukum Islam.
Ø   Gadai (rahn) adalah sesuatu benda yang dapat dijadikan kepercayaan/ jaminan dari suatu hutang untuk dipenuhi harganya, rahn sebagai jaminan bukan produk dan untuk kepentingan sosial maka tidak boleh dijadikan modal investasi karena pada dasarnya gadai ini bukan untuk kepentingan bisnis, jual beli atau bermitra.
Ø  Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi dengan perusahaan (bank syariah) khususnya gadai fidusia sebenarnya juga sudah operasional. Contoh yang dapat dikemukakan disini adalah bank syariah yang memberikan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah, sertifikat saham, sertifikat deposito, atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dll.
Ø  Aspek-aspek penting yag perlu diperhatikan untuk mendirikan lembaga gadai perusahaan adalah aspek legalitas, aspek permodalan, aspek sumber daya manusia aspek kelembagaan, aspek sistem dan prosedur, aspek pengawasan, dll.
Ø   Pegadaian syariah bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai syariah yang setiap akadnya berusaha memenuhi syarat sah dan rukun yang telah ditetapkan oleh para fuqaha.
Ø   Hutang piutang dalam bentuk al-qardhul hassan dengan dukungan gadai (rahn), dapat dipergunakan unutk keperluan sosial maupun komersial. Peminjam mempunyai dua pilihan, yaitu : dapat memilih qardhul hassan atau menerima pemberi pinjaman atau penyandang dana (rabb al-mal) sebagai mitra usaha dalam perjanjian mudharabah.



DAFTAR PUSTAKA

M. Ali Hasan, masail fiqhiyah, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, Jakarta:     Rajawali Pers, 1989

Hermawan Kertajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah marketing, Bandung : Mizan Media Utama, 2006

Ahmad Rodoni dan Abdul hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Zikrul Hakim, 2008

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta : Ekonisia, 2003

 Rachmadi Usman, Aspek – Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002




[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, ( Yogyakarta : Ekonisia, 2003 ), 156
    [2] Rachmadi Usman, Aspek – Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, ( Bandung : PT Citra Aditya    Bakti, 2002 ), 41
[3]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 156

[4]Warta Warga Student Jurnalism, “Pegadaian Syariah” dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id (12 Mei 2010)
[5] Chaeruddin Pasaribu, dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, ( Jakarta : Sinar  Grafika, Jakarta, 1994 ), 115-116,

[6] Ahmad Rodoni dan Abdul hamid, Lembaga Keuangan Syariah,198-199

[7] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 161 - 164
[8]  Konsep, operasioalisasi, dan Prospek Pegadaian Syariah di Indonesia dalam  www.vibiznews.com
[9] Ari Agung Nugraha, “Gambaran Umum Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah” dalam http://ulgs.tripod.com (10 Juli 2004 )
[10] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 165 - 166

1 opmerking:

  1. SAYA MENYAMBUT ANDA SEMUA DI HALAMAN INI
    INI CERITAKU

    Saya MURNI SANTI, Seorang wanita, ibu, saudara perempuan dan teman dari (Bekasi), Indonesia, saya adalah REAL ESTATE MANAGER dan saya telah mengalami banyak tekanan keuangan akhir-akhir ini, tidak ada yang mau meminjam kami uang untuk menyelesaikan proyek komersial kami yang telah dibangun beberapa bulan sekarang. Saya telah ditipu oleh beberapa perusahaan peminjaman palsu yang mengklaim sejumlah besar uang dari saya tanpa kami tidak menerima pinjaman.

    Saya frustrasi, suami saya mencoba yang terbaik dan membantu, saya akan bunuh diri karena rasa sakit itu, itu terlalu berat untuk ditanggung dan saya kehilangan semua harapan, sampai saya diperkenalkan dengan SEMUA PINJAMAN HIBAH GLOBAL sebuah perusahaan pinjaman yang disponsori oleh bank dunia itu sendiri.

    Saya memutuskan untuk mengajukan pinjaman dan memang menghubungi perusahaan, petugas bagian pinjaman mereka yang benar-benar memberi saya harapan dan mengatakan kepada saya untuk tidak khawatir perusahaan akan meminjamkan uang kepada saya, bahkan ketika jumlah yang saya butuhkan sangat besar, dan semua yang bisa saya berikan kepada mereka persyaratan yang merupakan beberapa informasi pribadi, yang saya lakukan.

    Saya menjalani semua proses, mereka berjanji untuk meminjamkan uang yang saya minta setelah mengonfirmasi bahwa saya memenuhi syarat untuk pinjaman, saya diminta untuk menunggu, yang sangat mengejutkan saya adalah pinjaman masuk ke akun saya dan saya mengkonfirmasinya .. Perusahaan kembali secara finansial dan keluarga saya baik-baik saja, ini membuat hidup saya lebih baik, saya bersyukur kepada Allah dan kepada SEMUA PINJAMAN HIBAH GLOBAL
    GMAIL ..... allglobalgrantloan@gmail.com

    UNTUK MENGHUBUNGI KU
    NAMA Perusahaan: SEMUA PINJAMAN HIBAH GLOBAL EMAIL Perusahaan: allglobalgrantloan@gmail.com
    Whatsapp Perusahaan: +1(301)971-4445
    Nama Saya: MURNI SANTI
    Email Saya: murnisanti55@gmail.com

    AntwoordVee uit