10 Mei 2012

Hapusnya Perikatan



KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa  yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya  sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai  tugas mata kuliah  HUKUM PERIKATAN  dengan judul “Hapusnya Perikatan   di Universitas Muhammadiyah Jakarta .
Terima kasih kami sampaikan kepada bapak dosen mata kuliah hukum perikatan  yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah hukum perikatan .






Jakarta , 09 Mei 2012






  


BAB I
PENDAHULUAN


Pada pasal 1381 KUH perdata mengatur berbagai cara hapunya perikatan – perikatan untuk perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang – undang dan cara – cara yang ditunjukan oleh pembentuk undang – undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan .

Juga cara – cara yang tersebut dalam pasal 1381 KUH perdata itu tidaklah lengkap , karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan , karena meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh salah satu pihak.

Lima cara pertama yang tersebut di dalam pasal 1381 KUH perdata menunjukan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur . dalam cara ke enam yaitu pembebasan hutang, maka kreditur tidak menerima prestasi , bahkan sebaliknya yaitu cara sukarela melepaskan haknya atas prestasi.

Pada empat cara terakhir dari pasal 1381KUH perdata maka kreditur tidak menerima prestasi , karena perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur . untuk mengetahui di manakah pengaturan dari berlakunya suatu syarat batal , sebagai salah satu cara hapusnya perikatan maka kita harus melihat kepada bab 1 KUH perdata yaitu berturut – turut pasal 1253 dan seterusnya dan pasalnya 1266KUH perdata.

Demikianlah juga apabila kita ingin mencari dimanakah diaturtentang hapusnya perikatan karena lampunya waktu , maka haruslah di periksa buku 1V KUH perdata.
















BAB II
PEMBAHASAN
HAPUSNYAN PERIKATAN


A. PERIKATAN HAPUS
Di dalam Pasal 1381:
Perikatan-perikatan hapus:
- Karena pembayaran;
- Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
- Karena pembaharuan utang;
- Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
- Karena percampuran utang;
- Karena pembebasan utang;
- Karena musnahnya barang yang terutang;
- Karena kebatalan atau pembatalan;
- Karena berlakunya suatu syarat-batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini;
- Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendir.


Pada pasal 1381 KUH perdata mengatur berbagai cara hapunya perikatan – perikatan untuk perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang – undang dan cara – cara yang ditunjukan oleh pembentuk undang – undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan .
Juga cara – cara yang tersebut dalam pasal 1381 KUH perdata itu tidaklah lengkap , karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan , karena meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh salah satu pihak.

Lima cara pertama yang tersebut di dalam pasal 1381 KUH perdata menunjukan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur . dalam cara ke enam yaitu pembebasan hutang, maka kreditur tidak menerima prestasi , bahkan sebaliknya yaitu cara sukarela melepaskan haknya atas prestasi.
Pada empat cara terakhir dari pasal 1381KUH perdata maka kreditur tidak menerima prestasi , karena perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur . untuk mengetahui di manakah pengaturan dari berlakunya suatu syarat batal , sebagai salah satu cara hapusnya perikatan maka kita harus melihat kepada bab 1 KUH perdata yaitu berturut – turut pasal 1253 dan seterusnya dan pasalnya 1266KUH perdata.

Demikianlah juga apabila kita ingin mencari dimanakah diaturtentang hapusnya perikatan karena lampunya waktu , maka haruslah di periksa buku 1V KUH perdata .
B. PEMBAYARAN
1. Pemenuhan Prestasi
Pasal 1382:
“Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan, sepertinya seorang yang turut berutang atau seorang penanggung utang”.
Yang dimaksud dengan pembayaran oleh hokum perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari – hari , yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi setiap tindakan, pemenuhan prestasi,walau bagaimanapun sifat – sifat dari prestasi itu .penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah “ pembayaran “.
Dengan terjadinya pembayaran , maka terlaksanalah perjanjian kedua belah pihak .

2. Pihak yang Berwajib Membayar
a. Debitur
Pasal 1382 KUHPerdata mengatur tentang orang-orang selain dari debitur sendiri.
b. Mereka yang mempunyai kepentingan misalnya kawan berutang (mede schuldenaar) dan seorang penanggung (borg).
c. Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja orang pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya debitur atau pihak ketiga itu bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditur.
Kawan berhutang dan penanggung adalah mereka yang mempunyai hubungan dengan pihak debitur dan isi perjanjian yang ada antara debitur dan kreditur. Bahwa mereka berkepentingan agar perjanjian itu terlaksana. Apabila tidak , mereka dapat ditegur dan mempunyai “ kewajiban “ untuk memenuhi perjanjian tersebut. Mereka yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan, yang melaksanakan pembayaran atas nama debitur dan membebaskan debitur itu dari kewajibanya ialah pesuruh ( last hebber ) dan seorang yang mengurus kepentingan orng lain secara sukarela ( pasal 1354 KUH perdata – pasal 1358 KUH perdata ).
Seorang pihak ke tiga dapat juga melaksanakan prestasi atas namanya sendiri dengan syarat bahwa dengan pemenuhan prestasi tadi debitur bebas dari hutangnya dengan perkataan lain pihak ke tiga yang atas namanya melaksanakan prestasi tersebut tidak menggantikan kedudukan debitur lama ( subrogasi ). Sebab dalam hal ini hubungan hukum antara debitur dan kreditur lama beralih kepada debitur baru dan di dalam hal ini berarti pembayaran itu hanya bersifat relatif.
3. Pembayaran untuk Perikatan Berbuat Sesuatu
Pasal 1383:
“Suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dipenuhi oleh Seseorang pihak ketiga berlawanan dengan kemauan si berpiutang, jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan sendiri, oleh si berutang”.
Batasan yang ditentukan oleh undang-undang bagi pemenuhan prestasi oleh pihak ketiga ialah bagi perikatan untuk berbuat sesuatu. Pembayaran oleh pihak ketiga tidak boleh apabila bertentangan agar prestasi itu dipenuhi sendiri oleh debitur hal ini dapat dimengerti misalnya pada suatu perjanjian untuk melukis, objek dari perjanjian adalah adalah semata-mata lukisan yang deperbuat oleh debitur sendiri.
4. Syarat untuk Debitur yang Membayar
Pada suatu perjanjian penyerahan hak milik menurut Pasal 1384 KUHPerdata maka agar penyerahan itu sah diperlukan syarat-syarat, yaitu:
a. Orang yang membayarkan harus pemilik mutlak dari benda yang diserahkan.
b. Orang yang menyerahkan berkuasa memindahtangankan benda tersebut.
Apabila yang menyerahkan bukan pemilik benda yang bersangkutan maka kedua belah pihak dapat menyangkal pembayaran tersebut pihak yang menyerahkan dapat menuntut kembali apa yang dibayarkan dan kreditur dapat menuntut penyerahan benda yang benar-benar milik debitur namun demikian walaupun penyerahan benda dilakukan oleh orang yang bukan pemilik, dan bendanya adalah berwujud uang atau benda yang sifatnya dapat dihabiskan, maka terhadap apa yang telah dibayarkan itu tidak dapat dituntut kembali oleh debitur, apabila kreditur dengan itikad baik telah menghabiskan benda tersebut (pasal 1384 KUH perdata).  
5. Yang Berhak Menerima Pembayaran
Mereka yang berhak menerima pembayaran menurut Pasal 1385 KUHPerdata, adalah :
(1) Kreditur sendiri,
(2) Seorang yang diberi kuasa oleh kreditur,
(3) Seorang yang diberi kuasa oleh Hakim atau oleh undang-undang.
Walaupun undang-undang telah menemukan pihak-pihak yang berhak menerima pembayaran, maka penentuan ini tidak bersifat mutlak karena masih diberikan kemungkinan bagi debitur untuk membayarkan, prestasi pada orang yang tidak berhak menerima pembayaran asal memenuhi syarat yaitu kreditur membenarkan pembayaran tersebut atau nyata-nyata telah mendapat manfaat daripadanya.
6. Pembayaran Kepada Pemegang Surat Piutang
Pasal 1386:
“Pembayaran yang dengan itikad baik dilakukan kepada seorang yang memegang surat piutangnya, adalah sah, juga apabila surat piutang tersebut kemudian karena suatu penghukuman untuk menyerahkahnya kepada orang lain, diambil dari penguasaan orang tersebut”.
a. Membayar prestasi dengan itikad baik.
b. Pembayaran pada kreditur yang tidak cakap
Pasal 1387 :
“Pembayaran yang dilakukan kepada si berpiutang, jika Ia tidak cakap untuk menerimanya, adalah tidak sah, melainkan sekadar Si berutang membuktikan bahwa si berpiutang sungguh-sungguh mendapat manfaat dari pembayaran itu”.
7. Pembayaran oleh Debitur dengan Barang yang Telah Disita
Pasal 1388:
“Pembayaran yang dilakukan oleh seorang berutang kepada orang yang mengutangkan padanya, meskipun telah ada suatu penyitaan atau suatu perlawanan, adalah tidak sah terhadap orang-orang yang berpiutang telah melakukan penyitaan atau perlawanan orang-orang ini berdasarkan haknya, dapat memaksa si berhutang untuk membayar sekali Iagi dengan tidak mengurangi dalam hal yang demikian, hak si berutang untuk menagihnya kembali dari si berpiutang”.
Pembayaran kepada debitur yang telah diletakkan sita atas barangnya adalah tidak sah dan yang melakukan pembayaran itu diwajibkan untuk pembayaran kembali kepada kreditur yang melakukan penyitaan.



8. Kreditur Tidak Bisa Dipaksa untuk Menerima Pembayaran dengan Barang Lain
Pasal 1389:
“Tidak ada seorang berpiutang dapat dipaksa menerima sebagai pembayaran suatu barang lain daripada barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan lebih harganya”.
9. Pembayaran dengan Prestasi Lain
“Prestasi yang harus dibayarkan oteh debitur kepada kreditur adalah sebagaimana yang dimaksud di dalam perjanjian, kreditur tidak dapat dipaksa untuk menerima pembayaran suatu barang lain dari pada barang yang terutang walaupun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan lebih tinggi harganya (Pasal 1398 KUHPerdata)
10. Kreditur Tidak Bisa Dipaksa Menerima Sebagian Utang
Pasal 1390 :
‘Tidak ada seorang berutang dapat memaksa orang yang mengutangkan padanya menerima pembayaran utangnya sebagian demi sebagian, meskipun utang itu dapat dibagi-bagi”.
Bahwa suatu perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak tercermin didalam pasal 1389 KUH perdata karena kedua belah pihak terikat kepada apa yang dinyatakan secara tegas didalam perjanjian.
Demikian juga halnya terhadap utang yang dapat dibagi-bagi, undang –undang menentukan  bahwa debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima pembayaran sebagian demi sebagian (pasal 1300 KUH perdata). 


11. Kreditur Dibebaskan dari Kewajiban Membayar
Pasal 1391:
“Seorang yang berutang suatu barang pasti dan tertentu, dibebaskan jika Ia memberikan barangnya dalam keadaan di mana barang, itu berada sewaktu penyerahan, asal kekurangan-kekurangan yang mungkin terdapat pada barang tersebut, tidak disebabkan karena kesalahan atau kelalaiannya, maupun karena kesalahan atau kelalalan orang-orang yang menjadi tanggungannya, ataupun juga karena Ia, sebelum timbulnya kekurangan-kekurangan itu telah lalai, menyerahkan barang itu”.
12. Pembayaran dalam Perjanjian Sepihak
Untuk perikatan sebelah pihak, yaitu perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu maka debitur bebas dan perikatan apabila memberikan barangnya dalam keadaan sebagaimana barang itu kepada kreditur pada waktu penyerahan (Pasa 1l39l KUHPerdata).
13. Pembayaran Utang Barang yang Ditentukan Jenisnya
Pasal 1392:
“Jika barang yang terutang itu hanya ditentukan jenisnya, maka untuk membebaskan diri dari utangnya, si berutang tidaklah di wajibkan memberikan barang dari jenis yang paling baik, tetapi tidak cukuplah sebaliknya Ia memberikan barang dan jenis yang paling buruk”.


14. Tempat Pembayaran
Pada asasnya pembayaran dilakukan di tempat yang diperjanjikan. Apabila di dalam perjanjian tidak ditentukan “tempat pembayaran” maka pembayaran terjadi:
a. Di tempat di mana barang tertentu berada sewaktu, perjanjian dibuat, apabila perjanjian itu adalah mengenai barang tertentu.
b. Di tempat kediaman kreditur, apabila kreditur secara tetap bertempat tinggal di kabupaten tertentu.
c. Di tempat debitur apabila kreditur tidak mempunyai kediaman yang tetap.

Bahwa twmpat pembayaran yang dimaksud oleh pasal 1394 KUH perdata adalah bagian perikatan untuk menyerahkan suatu benda dan bukan bagi perikatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Kedalam perikatan ini masuklah utang uang yang pembayarannya harus diantarkan ketempat kreditur  
15. Kekuatan Hukum 3 (Tiga) Surat Pembayaran Berturut-turut
Menurut Pasal 1394 KUHPerdata pada umumnya segala pembayaran yang bersifat periodik, atau berjangka waktu pendek, maka dengan adanya 3 (tiga) surat tanda pembayaran yang menyatakan pembayaran 3 (tiga) angsuran berturut-turut, terbilah persangkaan bahwa angsuran-angsuran yang lebih dahulu telah dibayar lunas, kecuali jika dibuktikan sebaliknya.
16. Biaya Pembayaran
Pasal 1395:
“Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayan, dipikul oleh si berutang”.


17. Pembayaran Berbagai Utang
Pasal 1396;
“Seorang yang mempunyai berbagai utang adalah berhak, pada waktu melakukan pembayaran, untuk menyatakan utang yang mana hendak dibayarnya”.
18. Pembayaran Utang dan Bunga
Pasal 1397:
“Seorang yang mempunyai suatu utang untuk mana harus dibayarnya bunga tidak dapat tanpa izin si berpiutang menggunakan pembayaran yang ia lakukan untuk pelunasan uang pokok ebih dahulu dengan menunda pembayaran bunga”.
19. Kekuatan Tanda Pembayaran
Pasal 1398:
“Jika seorang yang, mempunyai berbagai utang uang, menerima suatu tanda pembayaran, di mana si berpiutang telah menyatakan bahwa apa yang diterimanya itu ialah khusus untuk melunasi salah satu di antara utang-utang tersebut, maka tidak dapat lagi Si berutang menuntut supaya pembayaran itu dianggap guna pelunasan suatu utang yang lain, kecuali jika dan pihaknya si berpiutang telah dilakukan penipuan atau si berutang dengan sengaja tidak diberi tahu tentang adanya pernyataan tersebut”.
20. Prioritas Utang-utang yang Dibayar
Pasal 1399:
“Jika tanda pembayaran tidak menyebutkan untuk utang yang mana pembayaran dilakukan, maka pembayaran itu harus dianggap untuk melunasi utang yang di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih, Si berutang pada itu waktu paling berkepentingan melunasinya, tetapi jika tidak semua piutang dapat ditagih, maka pembayaran harus dianggap untuk melunasi utang yang sudah dapat ditagih, lebih dahulu daripada utang-utang yang belum dapat ditagih, meskipun utang yang terdahulu tadi adalah kurang memberatkan dari pada utang-utang yang lainnya”.
C. SUBROGASI
Pasal 1400 :
“Subrogasi atau penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi baik dengan persetujuan maupun demi undang-undang”.
1. Definisi
Subrogasi adalah penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga Penggantian itu terjadi dengan pembayaran yang diperjanjikan ataupun karena ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 1400 KUHPerdata).
2. Subrogasi Karena Perjanjian
3. Subrogasi Karena Undang-undang
D. TENTANG PENAWARAN PEMBAYARAN TUNAI, DIIKUTI OLEH PENYIMPANAN ATAU PENITIPAN
1. Penawaran Pembayaran oleh Debitur
Pasal 1404:
“Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya. menitipkan uang atau barangnya kepada Pengadilan”.
2. Syarat-syarat Pembayaran
Prosedur penawaran tersebut diatur oleh Pasal 1405 KUHPerdata. Penawanan tersebut dilakukan oleh Notaris atau juru sita, kedua-duanya disertai 2 (dua) orang saksi. Apabila kreditur menolak penawaran tersebut, maka debitur menggugat kreditur di depan Pengadilan Negeri dengan permohonan agar penawaran tersebut disahkan.
3. Syarat-syarat Penyimpanan yang Sah
4. Biaya
Pasal 1407:
“Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan harus dipikul oleh si berpiutang jika perbuatan.perbuatan itu telah dilakukan menurut undang-undang”.
5. Hak Debitur Mengambil Titipan
Pasal 1408 :
“Selama apa yang dititipkan tidak diambil oleh si berpiutang, si berutang dapat mengambilnya kembali dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan”.
6. Hak Debitur untuk Mengambil Titipan Gugur
Pasal 1409 :
“Apabila si berutang sendiri sudah memperoleh suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukahnya telah dinyatakan sah, ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan untuk kerugian teman.temannya berutang dan para penanggung utang, meskipun dengan izin si berpiutang”.
7. Jangka Waktu Pembebasan Utang
Pasal 1410 :
”Para kawan berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika si berpiutang semenjak hasil pemberitahuan penyimpanan telah melampaukan 1 (satu) tahun, tanpa menyangkal sahnya penyimpanan itu”.
8. Hak Kreditur Gugur untuk Mendapat Pembayaran
Pasal 1411:
“Si berpiutang yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh si berutang setelah penitipan dikuatkan dengan putusan Hakim yang telah memperoleh kekua tan mutlak tidak dapat lagi untuk mendapat pembayaran piutangnya, menggunakan hak-hak istimewanya atau hipotik-hipotik yang melekat pada piutang tersebut”.
9. Kewajiban Debitur Memberi Peringatan Kepada Kreditur Melalui Pengadilan
Pasal 1412 :
“Jika apa yang harus dibayarkan berupa sesuatu barang yang harus diserahkan ditempat di mana barang itu berada, maka si berhutang harus memperingatkan si berpiutang dengan perantaraan Pengadilan supaya mengambilnya dengan sepucuk akta yang harus diberitahukan kepada si berpiutang pribadi atau kepada alamat tempat tinggalnya. maupun kepada alamat tempat tinggal yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika peringatan ini telah dijalankan dan si berpiutang tidak mengambil barangnya maka si berutang dapat diizinkan oleh Hakim untuk menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain”.
E. PEMBAHARUAN UTANG (NOVASI)
1. Bentuk Novasi
Pasal 1413:
“Ada 3 (tiga) macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang.
Novasi menurut Pasal 1413 KUHPerdata terjadi dalam 3 (tiga) bentuk yaitu:
1. Debitur dan kreditur mengadakan perjanjian baru, dengan mana perjanjian lama dihapuskan.
2. Apabila terjadi penggantian debitur, dengan penggantian mana debitur lama dibebaskan dan perikatannya.
3. Apabila terjadi penggantian kreditur dengan, mana kreditur lama dibebaskan dan perikatannya.
2. Syarat-syarat Novasi
Pasal 1414:
“Pembaharuan utang hanya dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan-perikatan”.
3. Kehendak dan Pelaksanaan dari Novasi Dinyatakan Secara Tegas
Pasal 1415:
“Tiada pembaharuan utang yang dipersangkakan kehendak seorang untuk mengadakannya harus dengan tegas ternyata dan perbuatannya”.
4. Penunjukan Debitur Baru
Pasal 1416:
“Pembaharuan utang dengan penunjukan seorang berutang untuk mengganti yang lama, dapat dijalankan tanpa bantuan orang berutang yang pertama”.
5. Pemindahan atau Delegasi
pasal l417.
“Delegasi atau pemindahan, dengan mana seorang berutang memberikan kepada orang yang mengutangkan padanya seorang berutang baru yang mengikat dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas menyatakan bahwa Ia bermaksud membebaskan orang berutang yang melakukan pemindahan itu, dan perikatannya”.
6. Kreditur tidak dapat Menuntut Debitur dan Dibebaskannya Utangnya
Pasal 1418:
“Si berpiutang yang membebaskan si berutang yang telah, melakukan pemindahan, tidak dapat menuntut orang tersebut, jika orang yang ditunjuk untuk menggantikan itu jatuh dalam keadaan pailit atau nyata-nyata tak mampu, terkecuali jika hak penuntutan, itu dengan tegas dipertahankan dalam persetujuan, atau jika orang berutang yang ditunjuk sebagai pengganti itu pada saat pemindahan telah nyata-nyata bangkrut, atau telah berada dalam keadaan terus-menerus merosot kekayaannya”.
F. PENGOPERAN UTANG DAN PENGOPERAN KONTRAK
1. Pembaharuan Utang dengan Kreditur Baru
Pasal 1419:
“Si berutang yang secara pemindahan, telah mengikatkan dirinya kepada seorang berpiutang baru, dan dengan demikian telah dibebaskan terhadap si berpiutang lama, tidak dapat terhadap si berpiutang baru memajukan tangkisan-tangkisan, yang sebenarnya Ia dapat majukan terhadap si berpiutang lama, meskipun ini tidak diketahuinya sewaktu membuat perikatan baru, namun itu dengan tidak mengurangi, dalam hal yang terakhir tadi, hak untuk menuntut si berpiutang lama”.
2. Penunjukan Debitur atau Kreditur Saja Tidak Menimbulkan Novasi
Pasal 1420:
“Dengan hanya adanya si berutang menunjuk seorang lain yang harus membayar untuk dia, tidak diterbitkan suatu pembaharuan utang.
Hal yang sama berlaku terhadap hanya adanya si berpiutang menunjuk seorang lain, yang diwajibkan menerima untuk dia”.
3. Hak Didahulukan dan Diikuti pada Piutang Lama tidak Berpindah pada Piutang Baru
Pasal 1421:
“Hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang melekat pada piutang lama, tidak berpindah pada piutang baru yang menggantikannya, kecuali kalau hal itu secara tegas dipertahankan oleh si berpiutang”.
Pasal 1422
Pasal 1423
Pasal 1424
G. KOMPENSASI ATAU PERJUMPAAN UTANG
1. Kompensasi
Pasal 1425:
“Jika 2 (dua) orang saling berutang 1 (satu) pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini”.
2. Permintaan Pembayaran
Pasal 1428:
“Suatu penundaan pembayaran yang diberikan kepada seorang tidak menghalangi suatu perjumpaan”.
3. Terjadinya Perjumpaan
Pasal 1429:
4. Perjumpaan dalam Perjanjian Pertanggungan
Pasal 1430:
5. Pemindahan Hak dalam Peryimpan
Pasal 1431:
6. Tempat Pembayaran
Pasal 1432:
“Jika utang-utang dari kedua belah pihak tidak harus dibayar tempat yang sama, maka utang-utang itu tidak dapat diperjumpakan, selain dengan penggantian biaya pengiriman”.
7. Perjumpaan Berbagai Utang yang Ditagih dari Satu Orang
Pasal 1433:
“Jika terdapat berbagai utang yang dapat diperjumpakan dan harus ditagih dari satu orang, maka dalam hal melakukan perjumpaan, harus diturut peraturan-peraturan yang ditulis dalam Pasal 1399”.
8. Hak-hak Pihak Ketiga yang Beritikad Baik
Pasal 1434:
9. Penggunaan Hak Istimewa dan Hipotik oleh seseorang yang Membayarkan Utang Karena Perjumpaan
Pasal 1435:
H. PERCAMPURAN UTANG
1. Percampuran Utang Terjadi Demi Hukum
Pasal 1436 :
“Apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berutang berkumpul pada 1 (satu) orang, maka tenjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dengan mana piutang dlhapuskan”.
2. Percampuran Utang pada yang Berutang Pertama Berlaku Juga untuk Para Penanggung Utang
Pasal 1437 :
“Percampuran utang yang terjadi pada dirinya si berutang-utama, berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya”.
I. PEMBEBASAN UTANG
1. Pembasan Utang Tidak Dipersangkakan tetapi Harus Dibuktikan
Pasal 1438:
“Pembebasan suatu utang tidak dipersangkakan, tetapi harus di buktikan”.
2. Bukti Pembebasan Utang
Pasal 1439:
“Pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh si berpiutang kepada si berutang merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan terhadap orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung”.
3. Pembebasan Utang pada Salah Seorang Kawan Berutang
Pasal 1440 :
4. Pengembalian Gadai
Pasal 1441:
“Pengembalian barang yang diberikan dalam gadai tidaklah cukup dijadikan persangkaan tentang pembebasan utangnya”.
5. Pembebasan yang Berutang-utang Pertama
Pasal 1442 :
“Pembebasan suatu utang atau penglepasan menurut persetujuan yang diberikan ke si berutang utama, membebaskan para penanggung utang.
6. Pembayaran oleh Penanggung
Pasal 1443:
“Apa yang si berpiutang telah terima dari seorang Pembayaran penanggung utang sebagai penglunasan penanggungannya, harus dianggap telah dibayarkan untuk mengurangi utangnya, dan harus digunakan untuk penglunasan si berutang utama dari para penanggung Iainnya”.
J. MUSNAHNYA BARANG YANG TERUTANG
1. Force Majeur dan Akibatnya dalam Perikatan
PasaI 1444 :
“Jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, sedemikian sehingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si berutang dan sebelum Ia lalai menyerahkannya”.
2. Kewajiban Debitur Jika Terjadi Force Majeur
Pasal 1445 :
“Jika barang yang terutang di luar salahnya si berutang, musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, maka si berutang, jika Ia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tensebut, diwajibkan memberikan hak-hak tuntutan-tuntutan tersebut kepada yang mengutangkan padanya”.
K. KEBATALAN DAN PEMBATALAN PERIKATAN
1. Perjanjian yang Diikat oleh Pihak yang Tidak Cakap
Pasal 1446 :
“Semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang parjanjian belum dewasa atau orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yang dimajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelum-dewasaan atau pengampuannya”.
2. Syarat-syarat Mengajukan Pembatalan oleh Mereka yang Tidak Cakap dalam Hukum
Pasal 1447:
“Ketentuan dalam pasal yang baru tidak berlaku terhadap perikatan-perikatan yang diterbitkan dan suatu kejahatan atau pelanggaran, atau dari suatu perbuatan yang telah menerbitkan kerugian bagi seorang lain”.
3. Pembatalan Perjanjian yang Cacat pada Syarat Subjektif
Pasal 1449:
“Perikatan-perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya”.
4. Akibat Hukum dan Pembatalan
Pasal 1450:
“Dengan alasan dirugikan orang-orang dewasa dan juga orang-orang belum dewasa, apabila mereka itu dianggap sebagai orang dewasa, hanyalah dapat menuntut pembatalan perikatan-perikatan yang telah mereka perbuat, dalam hal-hal khusus yang ditetapkan dengan undang-undang”.
5. Akibat Hukum dan Pembatalan Perjanjian oleh Mereka yang Tidak Cakap
Pasal 1451:
6. Pemulihan ke Keadaan Semula
Pasal 1452:
“Pernyataan batal berdasarkan paksaan, kekhilafan atau penipuan juga berakibat bahwa barang dan orang-orangnya dipulihkan dalam keadaan sewaktu sebelum perikatan dibuat”.
7. Ganti Rugi
Pasal 1453:
“Dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 1446 dan Pasal 1449, orang terhadap siapa tuntutan untuk pernyataan batal itu dikabulkan, selama itu, diwajibkan pula mengganti biaya kerugian dan bunga jika ada alasan untuk itu”.
8. Jatuh Tempo
Pasal 1454
9. Alasan-alasan untuk Membatalkan Perjanjian
Pasal 1455
10. Tuntutan Pernyataan Batal Gugur
Pasal 1456:

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking