KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk diajukan
sebagai tugas mata kuliah HUKUM PERIKATAN dengan judul “Hapusnya Perikatan ”
di Universitas Muhammadiyah Jakarta .
Terima kasih kami sampaikan kepada
bapak dosen mata kuliah hukum perikatan
yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas
ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga
bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah hukum perikatan .
Jakarta , 09 Mei 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Pada pasal 1381 KUH perdata mengatur
berbagai cara hapunya perikatan – perikatan untuk perjanjian dan perikatan yang
lahir dari undang – undang dan cara – cara yang ditunjukan oleh pembentuk
undang – undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan
cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan .
Juga cara – cara yang tersebut dalam pasal
1381 KUH perdata itu tidaklah lengkap , karena tidak mengatur misalnya hapusnya
perikatan , karena meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya
hanya dapat dilaksanakan oleh salah satu pihak.
Lima cara pertama yang tersebut di
dalam pasal 1381 KUH perdata menunjukan bahwa kreditur tetap menerima prestasi
dari debitur . dalam cara ke enam yaitu pembebasan hutang, maka kreditur tidak
menerima prestasi , bahkan sebaliknya yaitu cara sukarela melepaskan haknya
atas prestasi.
Pada empat cara terakhir dari pasal
1381KUH perdata maka kreditur tidak menerima prestasi , karena perikatan
tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur . untuk mengetahui di manakah
pengaturan dari berlakunya suatu syarat batal , sebagai salah satu cara
hapusnya perikatan maka kita harus melihat kepada bab 1 KUH perdata yaitu
berturut – turut pasal 1253 dan seterusnya dan pasalnya 1266KUH perdata.
Demikianlah juga apabila kita ingin
mencari dimanakah diaturtentang hapusnya perikatan karena lampunya waktu , maka
haruslah di periksa buku 1V KUH perdata.
BAB II
PEMBAHASAN
HAPUSNYAN PERIKATAN
A. PERIKATAN HAPUS
Di dalam Pasal 1381:
Perikatan-perikatan hapus:
- Karena pembayaran;
- Karena penawaran
pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
- Karena pembaharuan
utang;
- Karena perjumpaan
utang atau kompensasi;
- Karena percampuran
utang;
- Karena pembebasan
utang;
- Karena musnahnya
barang yang terutang;
- Karena kebatalan
atau pembatalan;
- Karena berlakunya
suatu syarat-batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini;
- Karena lewatnya
waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendir.
Pada pasal 1381 KUH perdata mengatur
berbagai cara hapunya perikatan – perikatan untuk perjanjian dan perikatan yang
lahir dari undang – undang dan cara – cara yang ditunjukan oleh pembentuk
undang – undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan
cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan .
Juga cara – cara yang tersebut dalam pasal 1381 KUH perdata
itu tidaklah lengkap , karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan ,
karena meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat
dilaksanakan oleh salah satu pihak.
Lima cara pertama yang tersebut di
dalam pasal 1381 KUH perdata menunjukan bahwa kreditur tetap menerima prestasi
dari debitur . dalam cara ke enam yaitu pembebasan hutang, maka kreditur tidak
menerima prestasi , bahkan sebaliknya yaitu cara sukarela melepaskan haknya
atas prestasi.
Pada empat cara terakhir dari pasal 1381KUH perdata maka
kreditur tidak menerima prestasi , karena perikatan tersebut gugur ataupun
dianggap telah gugur . untuk mengetahui di manakah pengaturan dari berlakunya
suatu syarat batal , sebagai salah satu cara hapusnya perikatan maka kita harus
melihat kepada bab 1 KUH perdata yaitu berturut – turut pasal 1253 dan
seterusnya dan pasalnya 1266KUH perdata.
Demikianlah juga apabila kita ingin
mencari dimanakah diaturtentang hapusnya perikatan karena lampunya waktu , maka
haruslah di periksa buku 1V KUH perdata .
B. PEMBAYARAN
1. Pemenuhan Prestasi
Pasal 1382:
“Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi
oleh siapa saja yang berkepentingan, sepertinya seorang yang turut berutang
atau seorang penanggung utang”.
Yang dimaksud dengan pembayaran oleh
hokum perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari
– hari , yaitu pembayaran sejumlah uang, tetapi setiap tindakan, pemenuhan
prestasi,walau bagaimanapun sifat – sifat dari prestasi itu .penyerahan barang
oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan
pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah “ pembayaran “.
Dengan terjadinya pembayaran , maka
terlaksanalah perjanjian kedua belah pihak .
2. Pihak yang
Berwajib Membayar
a. Debitur
Pasal 1382 KUHPerdata mengatur tentang
orang-orang selain dari debitur sendiri.
b. Mereka yang
mempunyai kepentingan misalnya kawan berutang (mede schuldenaar) dan seorang
penanggung (borg).
c. Seorang pihak
ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja orang pihak ketiga itu
bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya debitur atau pihak ketiga itu
bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditur.
Kawan berhutang dan penanggung adalah
mereka yang mempunyai hubungan dengan pihak debitur dan isi perjanjian yang ada
antara debitur dan kreditur. Bahwa mereka berkepentingan agar perjanjian itu
terlaksana. Apabila tidak , mereka dapat ditegur dan mempunyai “ kewajiban “
untuk memenuhi perjanjian tersebut. Mereka yang sama sekali tidak mempunyai
kepentingan, yang melaksanakan pembayaran atas nama debitur dan membebaskan
debitur itu dari kewajibanya ialah pesuruh ( last hebber ) dan seorang yang
mengurus kepentingan orng lain secara sukarela ( pasal 1354 KUH perdata – pasal
1358 KUH perdata ).
Seorang pihak ke tiga dapat juga
melaksanakan prestasi atas namanya sendiri dengan syarat bahwa dengan pemenuhan
prestasi tadi debitur bebas dari hutangnya dengan perkataan lain pihak ke tiga
yang atas namanya melaksanakan prestasi tersebut tidak menggantikan kedudukan
debitur lama ( subrogasi ). Sebab dalam hal ini hubungan hukum antara debitur
dan kreditur lama beralih kepada debitur baru dan di dalam hal ini berarti
pembayaran itu hanya bersifat relatif.
3. Pembayaran untuk
Perikatan Berbuat Sesuatu
Pasal 1383:
“Suatu perikatan untuk berbuat sesuatu
tidak dapat dipenuhi oleh Seseorang pihak ketiga berlawanan dengan kemauan si
berpiutang, jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan
sendiri, oleh si berutang”.
Batasan yang ditentukan oleh
undang-undang bagi pemenuhan prestasi oleh pihak ketiga ialah bagi perikatan
untuk berbuat sesuatu. Pembayaran oleh pihak ketiga tidak boleh apabila
bertentangan agar prestasi itu dipenuhi sendiri oleh debitur hal ini dapat
dimengerti misalnya pada suatu perjanjian untuk melukis, objek dari perjanjian
adalah adalah semata-mata lukisan yang deperbuat oleh debitur sendiri.
4. Syarat untuk
Debitur yang Membayar
Pada suatu perjanjian penyerahan hak
milik menurut Pasal 1384 KUHPerdata maka agar penyerahan itu sah diperlukan
syarat-syarat, yaitu:
a. Orang yang
membayarkan harus pemilik mutlak dari benda yang diserahkan.
b. Orang yang
menyerahkan berkuasa memindahtangankan benda tersebut.
Apabila yang menyerahkan bukan pemilik
benda yang bersangkutan maka kedua belah pihak dapat menyangkal pembayaran
tersebut pihak yang menyerahkan dapat menuntut kembali apa yang dibayarkan dan
kreditur dapat menuntut penyerahan benda yang benar-benar milik debitur namun
demikian walaupun penyerahan benda dilakukan oleh orang yang bukan pemilik, dan
bendanya adalah berwujud uang atau benda yang sifatnya dapat dihabiskan, maka
terhadap apa yang telah dibayarkan itu tidak dapat dituntut kembali oleh
debitur, apabila kreditur dengan itikad baik telah menghabiskan benda tersebut
(pasal 1384 KUH perdata).
5. Yang Berhak
Menerima Pembayaran
Mereka yang berhak menerima pembayaran
menurut Pasal 1385 KUHPerdata, adalah :
(1) Kreditur sendiri,
(2) Seorang yang diberi kuasa oleh
kreditur,
(3) Seorang yang diberi kuasa oleh
Hakim atau oleh undang-undang.
Walaupun undang-undang telah menemukan
pihak-pihak yang berhak menerima pembayaran, maka penentuan ini tidak bersifat
mutlak karena masih diberikan kemungkinan bagi debitur untuk membayarkan,
prestasi pada orang yang tidak berhak menerima pembayaran asal memenuhi syarat
yaitu kreditur membenarkan pembayaran tersebut atau nyata-nyata telah mendapat
manfaat daripadanya.
6. Pembayaran Kepada
Pemegang Surat Piutang
Pasal 1386:
“Pembayaran yang dengan itikad baik
dilakukan kepada seorang yang memegang surat piutangnya, adalah sah, juga
apabila surat piutang tersebut kemudian karena suatu penghukuman untuk
menyerahkahnya kepada orang lain, diambil dari penguasaan orang tersebut”.
a. Membayar prestasi
dengan itikad baik.
b. Pembayaran pada
kreditur yang tidak cakap
Pasal 1387 :
“Pembayaran yang dilakukan kepada si
berpiutang, jika Ia tidak cakap untuk menerimanya, adalah tidak sah, melainkan sekadar
Si berutang membuktikan bahwa si berpiutang sungguh-sungguh mendapat manfaat
dari pembayaran itu”.
7. Pembayaran oleh
Debitur dengan Barang yang Telah Disita
Pasal 1388:
“Pembayaran yang dilakukan oleh seorang
berutang kepada orang yang mengutangkan padanya, meskipun telah ada suatu
penyitaan atau suatu perlawanan, adalah tidak sah terhadap orang-orang yang
berpiutang telah melakukan penyitaan atau perlawanan orang-orang ini
berdasarkan haknya, dapat memaksa si berhutang untuk membayar sekali Iagi dengan
tidak mengurangi dalam hal yang demikian, hak si berutang untuk menagihnya
kembali dari si berpiutang”.
Pembayaran kepada debitur yang telah
diletakkan sita atas barangnya adalah tidak sah dan yang melakukan pembayaran
itu diwajibkan untuk pembayaran kembali kepada kreditur yang melakukan
penyitaan.
8. Kreditur Tidak
Bisa Dipaksa untuk Menerima Pembayaran dengan Barang Lain
Pasal 1389:
“Tidak ada seorang berpiutang dapat
dipaksa menerima sebagai pembayaran suatu barang lain daripada barang yang terutang,
meskipun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan lebih harganya”.
9. Pembayaran dengan
Prestasi Lain
“Prestasi yang harus dibayarkan oteh
debitur kepada kreditur adalah sebagaimana yang dimaksud di dalam perjanjian,
kreditur tidak dapat dipaksa untuk menerima pembayaran suatu barang lain dari
pada barang yang terutang walaupun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan
lebih tinggi harganya (Pasal 1398 KUHPerdata)
10. Kreditur Tidak
Bisa Dipaksa Menerima Sebagian Utang
Pasal 1390 :
‘Tidak ada seorang berutang dapat
memaksa orang yang mengutangkan padanya menerima pembayaran utangnya sebagian
demi sebagian, meskipun utang itu dapat dibagi-bagi”.
Bahwa suatu perjanjian itu berlaku
sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak tercermin didalam pasal 1389 KUH
perdata karena kedua belah pihak terikat kepada apa yang dinyatakan secara
tegas didalam perjanjian.
Demikian juga halnya terhadap utang
yang dapat dibagi-bagi, undang –undang menentukan bahwa debitur tidak dapat memaksa kreditur
untuk menerima pembayaran sebagian demi sebagian (pasal 1300 KUH perdata).
11. Kreditur
Dibebaskan dari Kewajiban Membayar
Pasal 1391:
“Seorang yang berutang suatu barang
pasti dan tertentu, dibebaskan jika Ia memberikan barangnya dalam keadaan di
mana barang, itu berada sewaktu penyerahan, asal kekurangan-kekurangan yang
mungkin terdapat pada barang tersebut, tidak disebabkan karena kesalahan atau
kelalaiannya, maupun karena kesalahan atau kelalalan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, ataupun juga karena Ia, sebelum timbulnya kekurangan-kekurangan
itu telah lalai, menyerahkan barang itu”.
12. Pembayaran dalam
Perjanjian Sepihak
Untuk perikatan sebelah pihak, yaitu
perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu maka debitur bebas dan
perikatan apabila memberikan barangnya dalam keadaan sebagaimana barang itu
kepada kreditur pada waktu penyerahan (Pasa 1l39l KUHPerdata).
13. Pembayaran Utang
Barang yang Ditentukan Jenisnya
Pasal 1392:
“Jika barang yang terutang itu hanya
ditentukan jenisnya, maka untuk membebaskan diri dari utangnya, si berutang
tidaklah di wajibkan memberikan barang dari jenis yang paling baik, tetapi
tidak cukuplah sebaliknya Ia memberikan barang dan jenis yang paling buruk”.
14. Tempat Pembayaran
Pada asasnya pembayaran dilakukan di
tempat yang diperjanjikan. Apabila di dalam perjanjian tidak ditentukan “tempat
pembayaran” maka pembayaran terjadi:
a. Di tempat di mana
barang tertentu berada sewaktu, perjanjian dibuat, apabila perjanjian itu
adalah mengenai barang tertentu.
b. Di tempat kediaman
kreditur, apabila kreditur secara tetap bertempat tinggal di kabupaten
tertentu.
c. Di tempat debitur
apabila kreditur tidak mempunyai kediaman yang tetap.
Bahwa twmpat pembayaran yang dimaksud
oleh pasal 1394 KUH perdata adalah bagian perikatan untuk menyerahkan suatu
benda dan bukan bagi perikatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Kedalam perikatan ini masuklah utang
uang yang pembayarannya harus diantarkan ketempat kreditur
15. Kekuatan Hukum 3
(Tiga) Surat Pembayaran Berturut-turut
Menurut Pasal 1394 KUHPerdata pada
umumnya segala pembayaran yang bersifat periodik, atau berjangka waktu pendek,
maka dengan adanya 3 (tiga) surat tanda pembayaran yang menyatakan pembayaran 3
(tiga) angsuran berturut-turut, terbilah persangkaan bahwa angsuran-angsuran
yang lebih dahulu telah dibayar lunas, kecuali jika dibuktikan sebaliknya.
16. Biaya Pembayaran
Pasal 1395:
“Biaya yang harus dikeluarkan untuk
menyelenggarakan pembayan, dipikul oleh si berutang”.
17. Pembayaran
Berbagai Utang
Pasal 1396;
“Seorang yang mempunyai berbagai utang
adalah berhak, pada waktu melakukan pembayaran, untuk menyatakan utang yang
mana hendak dibayarnya”.
18. Pembayaran Utang
dan Bunga
Pasal 1397:
“Seorang yang mempunyai suatu utang
untuk mana harus dibayarnya bunga tidak dapat tanpa izin si berpiutang
menggunakan pembayaran yang ia lakukan untuk pelunasan uang pokok ebih dahulu
dengan menunda pembayaran bunga”.
19. Kekuatan Tanda
Pembayaran
Pasal 1398:
“Jika seorang yang, mempunyai berbagai
utang uang, menerima suatu tanda pembayaran, di mana si berpiutang telah
menyatakan bahwa apa yang diterimanya itu ialah khusus untuk melunasi salah
satu di antara utang-utang tersebut, maka tidak dapat lagi Si berutang menuntut
supaya pembayaran itu dianggap guna pelunasan suatu utang yang lain, kecuali
jika dan pihaknya si berpiutang telah dilakukan penipuan atau si berutang
dengan sengaja tidak diberi tahu tentang adanya pernyataan tersebut”.
20. Prioritas
Utang-utang yang Dibayar
Pasal 1399:
“Jika tanda pembayaran tidak
menyebutkan untuk utang yang mana pembayaran dilakukan, maka pembayaran itu
harus dianggap untuk melunasi utang yang di antara utang-utang yang sama-sama
dapat ditagih, Si berutang pada itu waktu paling berkepentingan melunasinya,
tetapi jika tidak semua piutang dapat ditagih, maka pembayaran harus dianggap
untuk melunasi utang yang sudah dapat ditagih, lebih dahulu daripada
utang-utang yang belum dapat ditagih, meskipun utang yang terdahulu tadi adalah
kurang memberatkan dari pada utang-utang yang lainnya”.
C. SUBROGASI
Pasal 1400 :
“Subrogasi atau penggantian hak-hak si
berpiutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu,
terjadi baik dengan persetujuan maupun demi undang-undang”.
1. Definisi
Subrogasi adalah penggantian kedudukan
kreditur oleh pihak ketiga Penggantian itu terjadi dengan pembayaran yang
diperjanjikan ataupun karena ditetapkan oleh undang-undang (Pasal 1400
KUHPerdata).
2. Subrogasi Karena
Perjanjian
3. Subrogasi Karena
Undang-undang
D. TENTANG PENAWARAN
PEMBAYARAN TUNAI, DIIKUTI OLEH PENYIMPANAN ATAU PENITIPAN
1. Penawaran
Pembayaran oleh Debitur
Pasal 1404:
“Jika si berpiutang menolak pembayaran,
maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang
diutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya. menitipkan uang atau barangnya
kepada Pengadilan”.
2. Syarat-syarat
Pembayaran
Prosedur penawaran tersebut diatur oleh
Pasal 1405 KUHPerdata. Penawanan tersebut dilakukan oleh Notaris atau juru
sita, kedua-duanya disertai 2 (dua) orang saksi. Apabila kreditur menolak
penawaran tersebut, maka debitur menggugat kreditur di depan Pengadilan Negeri
dengan permohonan agar penawaran tersebut disahkan.
3. Syarat-syarat
Penyimpanan yang Sah
4. Biaya
Pasal 1407:
“Biaya yang dikeluarkan untuk
menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan harus dipikul oleh
si berpiutang jika perbuatan.perbuatan itu telah dilakukan menurut
undang-undang”.
5. Hak Debitur
Mengambil Titipan
Pasal 1408 :
“Selama apa yang dititipkan tidak
diambil oleh si berpiutang, si berutang dapat mengambilnya kembali dalam hal
itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang tidak
dibebaskan”.
6. Hak Debitur untuk
Mengambil Titipan Gugur
Pasal 1409 :
“Apabila si berutang sendiri sudah
memperoleh suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dan
dengan putusan itu penawaran yang dilakukahnya telah dinyatakan sah, ia tidak
dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan untuk kerugian teman.temannya
berutang dan para penanggung utang, meskipun dengan izin si berpiutang”.
7. Jangka Waktu
Pembebasan Utang
Pasal 1410 :
”Para kawan berutang dan para
penanggung utang dibebaskan juga, jika si berpiutang semenjak hasil
pemberitahuan penyimpanan telah melampaukan 1 (satu) tahun, tanpa menyangkal
sahnya penyimpanan itu”.
8. Hak Kreditur Gugur
untuk Mendapat Pembayaran
Pasal 1411:
“Si berpiutang yang telah mengizinkan
barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh si berutang setelah penitipan
dikuatkan dengan putusan Hakim yang telah memperoleh kekua tan mutlak tidak
dapat lagi untuk mendapat pembayaran piutangnya, menggunakan hak-hak
istimewanya atau hipotik-hipotik yang melekat pada piutang tersebut”.
9. Kewajiban Debitur
Memberi Peringatan Kepada Kreditur Melalui Pengadilan
Pasal 1412 :
“Jika apa yang harus dibayarkan berupa
sesuatu barang yang harus diserahkan ditempat di mana barang itu berada, maka
si berhutang harus memperingatkan si berpiutang dengan perantaraan Pengadilan
supaya mengambilnya dengan sepucuk akta yang harus diberitahukan kepada si
berpiutang pribadi atau kepada alamat tempat tinggalnya. maupun kepada alamat
tempat tinggal yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika peringatan ini
telah dijalankan dan si berpiutang tidak mengambil barangnya maka si berutang
dapat diizinkan oleh Hakim untuk menitipkan barang tersebut di suatu tempat
lain”.
E. PEMBAHARUAN UTANG
(NOVASI)
1. Bentuk Novasi
Pasal 1413:
“Ada 3 (tiga) macam jalan untuk
melaksanakan pembaharuan utang.
Novasi menurut Pasal 1413 KUHPerdata
terjadi dalam 3 (tiga) bentuk yaitu:
1. Debitur dan
kreditur mengadakan perjanjian baru, dengan mana perjanjian lama dihapuskan.
2. Apabila terjadi
penggantian debitur, dengan penggantian mana debitur lama dibebaskan dan
perikatannya.
3. Apabila terjadi
penggantian kreditur dengan, mana kreditur lama dibebaskan dan perikatannya.
2. Syarat-syarat
Novasi
Pasal 1414:
“Pembaharuan utang hanya dapat
terlaksana antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan-perikatan”.
3. Kehendak dan
Pelaksanaan dari Novasi Dinyatakan Secara Tegas
Pasal 1415:
“Tiada pembaharuan utang yang
dipersangkakan kehendak seorang untuk mengadakannya harus dengan tegas ternyata
dan perbuatannya”.
4. Penunjukan Debitur
Baru
Pasal 1416:
“Pembaharuan utang dengan penunjukan
seorang berutang untuk mengganti yang lama, dapat dijalankan tanpa bantuan
orang berutang yang pertama”.
5. Pemindahan atau
Delegasi
pasal l417.
“Delegasi atau pemindahan, dengan mana
seorang berutang memberikan kepada orang yang mengutangkan padanya seorang
berutang baru yang mengikat dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan
suatu pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas menyatakan bahwa
Ia bermaksud membebaskan orang berutang yang melakukan pemindahan itu, dan
perikatannya”.
6. Kreditur tidak
dapat Menuntut Debitur dan Dibebaskannya Utangnya
Pasal 1418:
“Si berpiutang yang membebaskan si
berutang yang telah, melakukan pemindahan, tidak dapat menuntut orang tersebut,
jika orang yang ditunjuk untuk menggantikan itu jatuh dalam keadaan pailit atau
nyata-nyata tak mampu, terkecuali jika hak penuntutan, itu dengan tegas
dipertahankan dalam persetujuan, atau jika orang berutang yang ditunjuk sebagai
pengganti itu pada saat pemindahan telah nyata-nyata bangkrut, atau telah
berada dalam keadaan terus-menerus merosot kekayaannya”.
F. PENGOPERAN UTANG
DAN PENGOPERAN KONTRAK
1. Pembaharuan Utang
dengan Kreditur Baru
Pasal 1419:
“Si berutang yang secara pemindahan,
telah mengikatkan dirinya kepada seorang berpiutang baru, dan dengan demikian
telah dibebaskan terhadap si berpiutang lama, tidak dapat terhadap si
berpiutang baru memajukan tangkisan-tangkisan, yang sebenarnya Ia dapat majukan
terhadap si berpiutang lama, meskipun ini tidak diketahuinya sewaktu membuat
perikatan baru, namun itu dengan tidak mengurangi, dalam hal yang terakhir
tadi, hak untuk menuntut si berpiutang lama”.
2. Penunjukan Debitur
atau Kreditur Saja Tidak Menimbulkan Novasi
Pasal 1420:
“Dengan hanya adanya si berutang
menunjuk seorang lain yang harus membayar untuk dia, tidak diterbitkan suatu
pembaharuan utang.
Hal yang sama berlaku terhadap hanya
adanya si berpiutang menunjuk seorang lain, yang diwajibkan menerima untuk
dia”.
3. Hak Didahulukan
dan Diikuti pada Piutang Lama tidak Berpindah pada Piutang Baru
Pasal 1421:
“Hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik
yang melekat pada piutang lama, tidak berpindah pada piutang baru yang
menggantikannya, kecuali kalau hal itu secara tegas dipertahankan oleh si
berpiutang”.
Pasal 1422
Pasal 1423
Pasal 1424
G. KOMPENSASI ATAU
PERJUMPAAN UTANG
1. Kompensasi
Pasal 1425:
“Jika 2 (dua) orang saling berutang 1
(satu) pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan
mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, dengan cara dan dalam
hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini”.
2. Permintaan
Pembayaran
Pasal 1428:
“Suatu penundaan pembayaran yang
diberikan kepada seorang tidak menghalangi suatu perjumpaan”.
3. Terjadinya
Perjumpaan
Pasal 1429:
4. Perjumpaan dalam
Perjanjian Pertanggungan
Pasal 1430:
5. Pemindahan Hak
dalam Peryimpan
Pasal 1431:
6. Tempat Pembayaran
Pasal 1432:
“Jika utang-utang dari kedua belah
pihak tidak harus dibayar tempat yang sama, maka utang-utang itu tidak dapat
diperjumpakan, selain dengan penggantian biaya pengiriman”.
7. Perjumpaan
Berbagai Utang yang Ditagih dari Satu Orang
Pasal 1433:
“Jika terdapat berbagai utang yang
dapat diperjumpakan dan harus ditagih dari satu orang, maka dalam hal melakukan
perjumpaan, harus diturut peraturan-peraturan yang ditulis dalam Pasal 1399”.
8. Hak-hak Pihak
Ketiga yang Beritikad Baik
Pasal 1434:
9. Penggunaan Hak
Istimewa dan Hipotik oleh seseorang yang Membayarkan Utang Karena Perjumpaan
Pasal 1435:
H. PERCAMPURAN UTANG
1. Percampuran Utang
Terjadi Demi Hukum
Pasal 1436 :
“Apabila kedudukan-kedudukan sebagai
orang berpiutang dan orang berutang berkumpul pada 1 (satu) orang, maka
tenjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dengan mana piutang dlhapuskan”.
2. Percampuran Utang
pada yang Berutang Pertama Berlaku Juga untuk Para Penanggung Utang
Pasal 1437 :
“Percampuran utang yang terjadi pada
dirinya si berutang-utama, berlaku juga untuk keuntungan para penanggung
utangnya”.
I. PEMBEBASAN UTANG
1. Pembasan Utang
Tidak Dipersangkakan tetapi Harus Dibuktikan
Pasal 1438:
“Pembebasan suatu utang tidak
dipersangkakan, tetapi harus di buktikan”.
2. Bukti Pembebasan
Utang
Pasal 1439:
“Pengembalian sepucuk tanda piutang
asli secara sukarela oleh si berpiutang kepada si berutang merupakan suatu
bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan terhadap orang-orang lain yang turut
berutang secara tanggung-menanggung”.
3. Pembebasan Utang
pada Salah Seorang Kawan Berutang
Pasal 1440 :
4. Pengembalian Gadai
Pasal 1441:
“Pengembalian barang yang diberikan
dalam gadai tidaklah cukup dijadikan persangkaan tentang pembebasan utangnya”.
5. Pembebasan yang Berutang-utang
Pertama
Pasal 1442 :
“Pembebasan suatu utang atau
penglepasan menurut persetujuan yang diberikan ke si berutang utama,
membebaskan para penanggung utang.
6. Pembayaran oleh
Penanggung
Pasal 1443:
“Apa yang si berpiutang telah terima
dari seorang Pembayaran penanggung utang sebagai penglunasan penanggungannya,
harus dianggap telah dibayarkan untuk mengurangi utangnya, dan harus digunakan
untuk penglunasan si berutang utama dari para penanggung Iainnya”.
J. MUSNAHNYA BARANG
YANG TERUTANG
1. Force Majeur dan
Akibatnya dalam Perikatan
PasaI 1444 :
“Jika barang tertentu yang menjadi
bahan persetujuan, musnah tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang,
sedemikian sehingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka
hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya si
berutang dan sebelum Ia lalai menyerahkannya”.
2. Kewajiban Debitur
Jika Terjadi Force Majeur
Pasal 1445 :
“Jika barang yang terutang di luar
salahnya si berutang, musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan atau hilang, maka
si berutang, jika Ia mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi
mengenai barang tensebut, diwajibkan memberikan hak-hak tuntutan-tuntutan
tersebut kepada yang mengutangkan padanya”.
K. KEBATALAN DAN
PEMBATALAN PERIKATAN
1. Perjanjian yang
Diikat oleh Pihak yang Tidak Cakap
Pasal 1446 :
“Semua perikatan yang dibuat oleh
orang-orang parjanjian belum dewasa atau orang-orang yang ditaruh di bawah
pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yang dimajukan oleh
atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar
kebelum-dewasaan atau pengampuannya”.
2. Syarat-syarat
Mengajukan Pembatalan oleh Mereka yang Tidak Cakap dalam Hukum
Pasal 1447:
“Ketentuan dalam pasal yang baru tidak
berlaku terhadap perikatan-perikatan yang diterbitkan dan suatu kejahatan atau
pelanggaran, atau dari suatu perbuatan yang telah menerbitkan kerugian bagi
seorang lain”.
3. Pembatalan
Perjanjian yang Cacat pada Syarat Subjektif
Pasal 1449:
“Perikatan-perikatan yang dibuat dengan
paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk
membatalkannya”.
4. Akibat Hukum dan
Pembatalan
Pasal 1450:
“Dengan alasan dirugikan orang-orang
dewasa dan juga orang-orang belum dewasa, apabila mereka itu dianggap sebagai
orang dewasa, hanyalah dapat menuntut pembatalan perikatan-perikatan yang telah
mereka perbuat, dalam hal-hal khusus yang ditetapkan dengan undang-undang”.
5. Akibat Hukum
dan Pembatalan Perjanjian oleh Mereka yang Tidak Cakap
Pasal 1451:
6. Pemulihan ke
Keadaan Semula
Pasal 1452:
“Pernyataan batal berdasarkan paksaan,
kekhilafan atau penipuan juga berakibat bahwa barang dan orang-orangnya
dipulihkan dalam keadaan sewaktu sebelum perikatan dibuat”.
7. Ganti Rugi
Pasal 1453:
“Dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal
1446 dan Pasal 1449, orang terhadap siapa tuntutan untuk pernyataan batal itu
dikabulkan, selama itu, diwajibkan pula mengganti biaya kerugian dan bunga jika
ada alasan untuk itu”.
8. Jatuh Tempo
Pasal 1454
9. Alasan-alasan
untuk Membatalkan Perjanjian
Pasal 1455
10. Tuntutan
Pernyataan Batal Gugur
Pasal 1456:
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking