19 Mei 2014

STRATEGI KEPUASAN NASABAH....




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Islam telah mengajarkan bila ingin memberikan hasil usaha baik berupa barang maupun pelayanan/jasa hendaknya memberikan yang berkualitas, jangan memberikan yang buruk atau tidak berkualitas kepada orang lain. Seperti dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 267:

               “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.[1]


Dalam beberapa waktu terakhir ini perhatian terhadap konsumen telah menjadi peran penting dalam setiap kegiatan perusahaan. Memberikan pelayanan yang terbaik akan dilakukan demi terjadinya pembelian ulang (re-buying) oleh konsumen dan terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Kualitas produk (baik barang maupun jasa) berkonstribusi besar pada kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, komunikasi gethok tular (word-of-mouth communication),pembelian ulang, kepuasan pelanggan, pangsa pasar, dan profitabilitas.[2] Hal ini diperkuat dengan hasil sejumlah studi yang menunjukkan bahwa pangsa pasar, ROI (Return on Investment), return saham, ROA (Return on Assets), biaya transaksi, dan perputaran aset (asset turnover) sangat erat dengan persepsi terhadap kualitas barang dan jasa suatu perusahaan.
Pada prinsipnya, definisi kualitas jasa (pelayanan) berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.[3]Dalam perusahaan jasa tidak terkecuali yang bergerak pada lembaga keuangan, hal yang sering kali menjadi perhatian adalah kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan. Karena kualitas pelayanan telah menjadi peran penting untuk pertumbuhan dan perkembangan perusahaan.
Maksudnya adalah kualitas dan kepuasan pelanggan telah lama disadari menjadi suatu kunci utama yang krusial dalam kesuksesan dan keberlangsungan hidup di persaingan pasar saat ini. Karena itu, perusahaan harus lebih mencermati kualitas dan kepuasan pelanggan demi mempertahankan pelanggannya dan untuk meraih kesuksesan dalam persaingan pasar yang sangat ketat.

B.     Identifikasi Masalah
Dari uraian diatas penulis dapat memperjelas permasalahan yang akan dibahas melalui identifikasi masalah, yakni “Bagaimana cara perusahaan dapat  menciptakan strategi kepuasan kepada nasabah yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan  nasabah itu sendiri ?

C.    Analisis Masalah
               Pendekatan berdasarkan kepentingan pelanggan (customer oriented) sebaiknya dilakukan secara lebih sistematis dan efektif. Hubungan antara kepuasan nasabah dan loyalitas nasabah adalah kepuasan nasabah mempengaruhi perilaku membeli, dimana nasabah yang puas cenderung menjadi nasabah yang loyal, namun nasabah yang loyal tidak perlu puas. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan,meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. Umpan balik dan informasi merupakan elemen yang penting dalam membangun sistim pemberian pelayanan yang efektif termasuk tingkat kepuasan pelanggan dan peningkatan kualitas pelayanan.

E.   Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud kepuasan nasabah?
2.    Bagaimana cara mengukur kepuasan nasabah ?
3.    Bagaimana metode pengukuran kepuasan nasabah itu sendiri ?

F. Tujuan Penulisan
1.   Agar pembaca dapat mengetahui tentang kepuasan nasabah seperti apa.
2.   Untuk mengetahui bagaimana cara pengukuran terhadap kepuasan nasabah.
3.  Dapat mengetahui metode pengukuran kepuasan nasabah.














BAB II
PEMBAHASAN


A.    Stategi Kepuasan Nasabah
1.         Pengertian Kualitas
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.[4] Menurut Garvin ada lima perspektif kualitas yang berkembang saat ini, antara lain:
a.    Transcendental Approach, dalam perspektif ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu sesuatu yang secara intuitif bisa dipahami, namun nyaris tidak mungkin dikomunikasikan, contohnya kecantikan atau cinta. Perspektif ini menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar memahami kualitas melalui pengalaman yang didapatkan dari eksposur berulang kali (repeated exposure).
b.    Product-based Approach, perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik, komponen atau atribut obyektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
c.    User-based Approach, perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas bergantung pada orang yang menilainya (eyes of the beholder), sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (maximum satisfaction) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
d.   Manufacturing-based Approach, perspektif ini bersifat supply-based dan lebih berfokus pada praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan (conformance to requirements).
Value-based Approach, perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai (value) dan harga (price). Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence, yakni tingkat kinerja ‘terbaik’ atau yang sepadan dengan harga yang dibayarkan.

B.     Kepuasan Nasabah
1.      Pengertian Kepuasan
Secara umum kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan.[5]
Definisi yang dominan dan banyak diacu dalam literatur pemasaran adalah definisi yang didasarkan pada disconfirmation paradigm yang merumuskan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi pasca pembelian dimana persepsi terhadap kinerja dari alternatif produk atau jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan, maka yang terjadi adalah kepuasan.[6]
Bagi perusahaan yang berfokus kepada pelanggan, kepuasan pelanggan adalah sasaran dan sekaligus alat pemasaran.[7] Sedangkan pendapat lain yang diungkapkan oleh Lamb, dkk, mendefinisikan kepuasan konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan membeli, juga untuk menggunakan dan membuang barang-barang dan jasa yang dibeli serta juga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk.[8]
Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kualitas pelayanan dikurangi harapan pelanggan atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
Satisfaction = f (service Quality – Expectation)

 
 
a.    Service quality < expectation (P - E < 0)
Keadaan seperti ini terjadi apabila pelayanan yang diberikan perusahaan menurut pelanggan dapat dikatakan buruk dan tidak memuaskan, juga tidak sesuai dengan harapan pelanggan.
b.   Service quality = expectation (P – E = 0)
Keadaan ini terjadi apabila pelayanan yang diberikan perusahaan dinilai biasa-biasa saja oleh konsumen. Dimata pelanggan kenyataan yang terjadi pada kinerja perusahaan dalam memberikan pelayanan tidak ada yang istimewa dan dianggap sudah sewajarnya. Kesimpulannya dapat dikatakan pelanggan sudah merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.
c.    Service quality > expectation (P – E > 0)
Kondisi ini terjadi apabila pelanggan merasakan pelayanan yang diberikan tidak hanya sesuai dengan harapan dan kebutuhan pelanggan sekaligus memuaskan dan menyenangkan pelanggan. Pelayanan tersebut biasanya disebut layanan prima (excellence service) yang selalu diharapkan semua pelanggan.

2.      Mengukur Kepuasan
Pada dasarnya, perusahaan pasti ingin mencapai kepuasan maksimal kepada pelanggan. Namun, kepuasan itu tidak semata-mata menjadi sasaran utama. Perusahaan yang menekan harga untuk memuaskan pelanggannya mungkin mendapatkan laba yang rendah, sementara tujuan dibuatnya perusahaan adalah untuk mendapatkan laba semaksimal mungkin, jadi strategi harga dalam keadaan tertentu tidak dapat diterapkan dalam perusahaan.
Sebagai strategi yang lain, perusahaan mungkin dapat memperbaiki kualitas layanannya, kualitas produk kecantikan atau memberikan kenyamanan kepada pelanggan. Perusahaan juga harus menyadari bahwa dua pelanggan dapat melaporkan menerima “kepuasan yang tinggi” namun dengan sebab yang berbeda. Seseorang mungkin terpuaskan sepanjang waktu, sementara yang lainnya mungkin sukar disenangkan tetapi merasa senang pada saat ini.
Tjiptono mengutarakan enam inti objek pengukuran kepuasan, objek tersebut adalah: [9]
a.    Kepuasan Pelanggan Keseluruhan (Overall Customer Satisfaction)
Menanyakan kepada pelanggan langsung adalah cara yang paling sederhana dalam menilai kepuasan pelanggan. Biasanya, ada dua bagian dalam proses pengukurannya. Pertama, mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan/atau jasa yang bersangkutan. Kedua, menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk dan/atau jasa para pesaing.
b.   Dimensi Kepuasan Pelanggan
Berbagai penelitian memilah kepuasan kelanggan ke dalam kompnen-komponennya. Umumnya, proses semacam ini terdiri atas empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan untuk menilai produk dan/atau jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik, seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan, atau keramahan staf layanan pelanggan. ketiga, meminta pelanggan menilai produk dan/atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Dan keempat, meminta para pelanggan untuk menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan.
c.    Konfirmasi Harapan (Confirmation of Expectation)
Dalam konsep ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual produk perusahaan pada sejumlah aturibut atau dimensi penting.
d.   Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intent)
Kepuasan pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lagi.
e.    Kesedian untuk Merekomendasi (Willingness to Reccomend)
Dalam kasus prodil yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian (seperti pembelian mobil, broker rumah, asuransi jiwa, tur keliling dunia, dan sebagainya), kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindak lanjuti.
f.    Ketidakpuasan Pelanggan (Customer Dissatisfaction).
Beberapa macam aspek yang sering ditelaah bila mengetahui ketidakpuasan pelanggaan, meliputi :komplain,retur atau pengembalian produk;biaya garansi,product recall (penarikan kembali produk dari pasar),gethok tular negatif dan defections (konsumen yang beralih ke pesaing).


3.   Metode Pengukuran Kepuasan
Paling tidak ada empat metode yang banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan.[10]
a.    Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan dapat membauat sarana bagi pelanggan untuk memberikan pendapat secara langsung atas jasa yang diberikan oleh perusahaan melalui kotak keluhan dan saran. Kotak saran dan keluhan ini ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau oleh konsumen agar mereka dapat langsung menuliskan pendapatnya dan dimasukkan ke dalam kotak terebut.
b.   Ghost Shopping
Cara ini merupakan salah satu cara yang digunakan perusahaan dengan membayar beberapa orang untuk menjadi Ghost Shopper yang berperan sebagai pelanggan. Berdasarkan pengalaman Ghost Shopper tersebut, perusahaan dapat mengetahui kinerja perusahaan atau karyawannya. Selain itu Ghost Shopper juga sering kali dibayar untuk mengobservasi ke perusahaan pesaingnya guna mengetahui cara pesaing tersebut menangani pelanggan.
c.    Lost Customer Analysis
Perusahaan harus melakukan analisa untuk hilangnya pelanggan. Memahami mengapa pelanggan beralih ke perusahaan yang serupa dan mengetahui kekurangan-kekurangan pelanggan sehingga perusahaan bisa memperbaikinya dimasa depan. Lost customer analysis lebih menekankan kepada evaluasi perusahaan karena analisis ini terjadi sesudah perusahaan memberikan servis. Perusahaan dapat melakukan analisis ini dengan menghubungi pelanggan yang telah beralih tersebut.
d.   Survei Kepuasan Pelanggan
Pada umumnya, setiap perusahaan melakukan survei kapada pelanggannya untuk mendapatkan tanggapan dan umpan balik secara langsung. Survei ini biasanya dilakukan secara langsung, door to door, maupun melalui media telekomunikasi atau internet.

4.      Model Kepuasan Nasabah
Menurut perspektif psikologis, kepuasan dapat dibedakan menjadi dua model. Yaitu model kognitif dan model afektif
a.    Model Kognitif
Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Model teori yang termasuk disini adalah expectancy disconfirmation model, equity theory dan attribution theory.[11] Kepuasan konsumen berdasarkan model kognitif ditentukan oleh dua variabel yaitu harapan pasca pembelian dan persepsi purna beli, perbedaan kedua variable tersebut menimbulkan disconfirmation. Kepuasan atau ketidak puasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidak sesuaian atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya(norma kinerja lain) dan kerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian. Kepuasan konsumen merupakan merupakan evaluasi purna pembelian dimana alternatif yang dipilih sekurang2nya memberkan hasil sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidak puasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan konsumen. Sedangkan perbandingan dalam model kognitif terdiri dari dua teori yang menentukan.[12]
1)   Equity Theory memandang kepuasan konsumen dari rasio antara out come dan input. Seorang akan puas bila hasil yang diperolehnya dibandingkan dengan input yang digunakan dirasa adil. Hal ini berarti syarat minimal untuk mencapai kepuasan konsumen adalah apabila hasil perbandingan antara nilai yang dikeluarkan untuk memperoleh produk atau jasa dengan nilai produk atau jasa sama dengan satu.
2)   Attribution theory adalah teori yang menyatakan bahwa individu yang menjumpai suatu masalah akan memotivasi untuk menegaskan apakah pengaruh sebab akibat kepada orang bersangkutan berkarakteristik internal atau eksternal.
b.    Model Efektif
Komponen afektif ini merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Fokus model afektif lebih dititik beratkan pada tingkat aspirasi, learning behavior, emosi, perasaan spesifik (seperti: kepuasan dan keengganan menggunakan peroduk lain). Maksud dari fokus ini agar dapat diukur tingkat kepuasan dalam suatu kurun waktu, tingkat kepuasan konsumen cenderung mengikuti perasaan atau emosi pada suatu saat tertentu.
Metode survei merupakan yang paling banyak digunakan dalam pengukuran kepuasan konsumen, sehubungan dengan itu ada empat metode pengukuran jika menggunakan metode survai yaitu:
1)   Directly Reported Satisfaction
Mengukur kepuasan secara langsung dengan pertanyaan yang mengungkapkan seberapa puas perasaan konsumen.
2)   Derived Disatisfaction
Mengukur kepuasan konsumen dengan pertanyaan mengenai seberapa besar harapan terhadap suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang dirasakan.
3)   Problem Analysis
Mengukur kepuasan konsumen dengan pertanyaan mengenai masalah yang dihadapi berkaitan dengan penggunaan suatu produk dan perbaikan yang dirasakan.
4)   Importance Performance Analysis
Mengukur kepuasan dengan merangking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dari masing-masing elemen.


5.      Ciri-ciri Konsumen Yang Puas
Kotler, menyatakan ciri-ciri konsumen yang merasa puas sebagai berikut:

Ø  Loyal terhadap produk
Konsumen yang puas cenderung loyal dimana mereka akan membeli ulang
        dari produsen yang sama
Ø  Adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif
Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication) yang
  bersifat positif yaitu rekomendasi kepada calon konsumen lain dan        mengatakan hal-hal yang baik mengenai produk dan perusahaan
Ø  Perusahaan menjadi pertimbangan utama ketika membeli merek lain
Ketika konsumen ingin membeli produk yang lain, maka perusahaan yang telah memberikan kepuasan kepadanya akan menjadi pertimbangan yang  utama.[13]

6.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen
Lupiyoadi (2001) menyebutkan lima faktor utama yang perlu diperhatikan
            dalam kaitannya dengan kepuasan konsumen, antara lain:
v  Kualitas Produk
Konsumen akan puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk yang mereka gunakan berkualitas. Produk dikatakan berkualitas
bagi seseorang, jika produk itu dapat memenuhi kebutuhanya
(Montgomery dalam Lupiyoadi, 2001). Kualitas produk ada dua yaitu
eksternal dan internal. Salah satu kualitas produk dari faktor eksternal
adalah citra merek.
v  Kualitas Pelayanan
Konsumen akan merasa puas bila mendapatkan pelayanan yang baik       
atau yang sesuai dengan harapan.
v  Emosional
Konsumen merasa puas ketika orang memuji dia karena menggunakan
merek yang mahal.
v  Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi.
v  Biaya
Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak  
perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa
cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.[14]



BAB III
KESIMPULAN

Pemakalah dapat menyimpulkan bahwa, Kepuasan konsumen merupakan evaluasi Kualitas pelayanan dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya dapat memberikan hasil yang sama atau bahkan melebihi dari harapan konsumen, adapun ketidak puasan terjadi apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi apa yang diharapkan konsumen.bahwa kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan.
Keberhasilan strategi pemasaran suatu usaha dapat dicapai jika kepuasan pelanggan telah terpenuhi. Namun untuk memperoleh kepuasan pelanggan tidaklah mudah, karena tiap pelanggan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda – beda walaupun membutuhkan produk yang sama. Proses pemenuhan kepuasan pelanggan tidak hanya membutuhkan produk atau jasa yang berkualitas saja, namun juga membutuhkan adanya sistem pelayanan yang mendukung. Sehingga para pelanggan akan merasa senang dengan produk atau jasa yang dibutuhkan, serta nyaman dengan pelayanan yang diberikan.
Adanya kepuasan pelanggan ternyata juga dapat mempengaruhi omset penjualan yang dihasilkan. Jika pelanggan merasa puas akan suatu produk maka permintaan akan meningkat dan omset penjualan pun ikut naik, sebaliknya jika pelanggan tidak merasa puas maka permintaan akan menurun begitu juga dengan omset penjualannya.  Hal penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu, pelanggan yang kurang puas dengan suatu produk tidak akan membeli ataupun menggunakan lagi produk yang kita  tawarkan. Selain itu pelanggan yang kurang puas juga dapat menceritakan kepada konsumen lain tentang keburukan produk yang mereka dapatkan, sehingga dapat menimbulkan citra buruk di kalangan para konsumen, maka dari itu tugas suatu perusahaan untuk menciptakan strategi terhadap kepuasan nasabah.
















DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Alqur’an Al-Karim, (Jakarta, 2004)
S. Azwar., Sifat Manusia: Teori dan Pengukurannya” (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995).
Philip Kotler., Manajemen Pemasaran”, (Jakarta Edisi Ketiga Belas, jilid I, Indeks:, 2009)
Fandy Tjiptono., “Pemasaran Jasa”, (Malang, Bayumedia Publishing, 2007)
Lamb, charles.Joseph Hair, et al. Marketing”, (Jakarta: Salemba Empat, 2000)
Singgih Santoso, dan  Fandy Tjiptono, “Riset Pemasaran : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS”, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2001)











[1] Departemen Agama RI, Alqur’an Al-Karim, (Jakarta, 2004), hal. 46.
[2] Fandi Tjiptono, Pemasaran Jasa(Bayumedia  Publishing, Malang,2007), hal. 258.
[3] Ibid, hal. 258.
[4] Fandy Tjiptono. “Pemasaran Jasa (Bayumedia Publishing, Malang, 2007), h.82.
[5] Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran”, (Jakarta: Indeks, 2005),h.70.
[6] Santoso, Singgih, dan Tjiptono, Fandy, “Riset Pemasaran : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS”, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2001),h.4.
[7] Ibid.,h.72.
[8] Lamb, charles., Joseph Hair, et al. Marketing”, (Jakarta: Salemba Empat, 2000),h.88.
[9] Fandy Tjiptono., “Pemasaran Jasa”, (Bayumedia Publishing, Malang, 2007),.h.366.
[10] Philip Kotler., Manajemen Pemasaran”, (Edisi Ketiga Belas, jilid I, Indeks: Jakarta, 2009),h.72.
[11] S. Azwar., Sifat Manusia: Teori dan Pengukurannya” (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995).,h. 215.
[12] OpCit,.h.145.
[13] Philip Kotler., Manajemen Pemasaran”, (Edisi Ketiga Belas, jilid I, Indeks: Jakarta, 2000),
[14] Rambat lupiyoadi., Manajemen Pemasara jasa (teori dan praktek ) ,  Jakarta,:salemba empat .2001.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking